Selama sebelas tahun menjalankan kewenangan konstitusionalnya dalam menegakkan konstitusi, Mahkamah Konstitusi bukan sekedar berperan menyelesaikan sengketa-sengketa konstitusional, melainkan juga berperan menjamin ketertiban umum dengan mewujudkan kepastian hukum yang adil. MK sebagai lembaga peradilan dituntut pula mampu mengelola sengketa dan mengeluarkan produk putusan yang adil dan menjawab kebutuhan masyarakat.
“Kiranya, saya amat sepakat dengan pendapat Prof. Satjipto Raharjo bahwa pengadilan merupakan ‘perusahan keadilan’ yang harus mampu mengelola sengketa dan mengeluarkan produk keadilan yang dapat diterima dan betul-betul menjawab kebutuhan masyarakat. Jadi, pengadilan bukanlah sekedar tempat membuat putusan, melainkan harus memberikan keadilan kepada masyarakat,” kata Ketua MK Hamdan Zoelva pada pembukaan acara Constitutional Law Festival 2014 yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 15 Oktober 2014.
Dalam kuliah umum yang bertemakan “Refleksi Sebelas Tahun MK dalam Mengawal Penegakan Konstitusi”, Hamdan menegaskan sebagai lembaga penegak dan pengawal konstitusi, pada dasarnya MK juga merupakan pengawal demokrasi. Kedudukan konstitusi sebagai hukum tertinggi diperoleh karena sifat demokratis dari konstitusi itu sendiri, yaitu konstitusi merupakan perjanjian seluruh rakyat suatu bangsa. Dalam upaya mewujudkan demokrasi konstitusional, peran MK sejauh ini dipandang cukup signifikan. Selama sebelas tahun ini, MK dinilai memiliki andil besar dalam menyeimbangkan demokrasi dan hukum.
Dalam konteks demokrasi di Indonesia, MK menorehkan catatan-catatan positif. Banyak putusan MK yang mampu mendorong transisi demokrasi bergerak menuju konsolidasi demokrasi. Bahkan, tafsir-tafsir MK terhadap konstitusi terbukti mempengaruhi mekanisme politik, demokrasi, dan ketatanegaraan menuju tingkat yang lebih matang dan level yang lebih dewasa. “Selama sebelas tahun ini MK dipercaya sebagai lembaga peradilan yang memiliki kewibawaan penuh. Bahkan, kepercayaan dan harapan publik yang besar terhadap MK ini muncul karena kewibawaan MK. Oleh karenanya, kewibawaan memiliki makna yang sangat penting bagi Mahkamah Konstitusi,” ujar Hamdan.
Hamdan juga mengatakan, fakta yang terjadi selama sebelas tahun ini, MK dapat menjaga dengan sebaik-baiknya prinsip indepensi dan imparialitas dalam melaksanakan kewenangan konstitusionalnya. Seperti diketahui, hakim konstitusi diusulkan oleh tiga lembaga negara, yakni masing-masing tiga hakim diusulkan oleh Mahkamah Agung, tiga hakim oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga hakim oleh Presiden. Namun keterikatan dengan lembaga pengusul serta merta berakhir setelah hakim konstitusi memegang jabatannya. Karena hakim konstitusi sama sekali tidak merepresentasikan kepentingan lembaga pengusulnya.
“Mahkamah Konstitusi juga mengutamakan sistem transparansi dan akuntabilitas, terutama untuk memastikan bahwa independensi dan imparialitas tidak digunakan untuk hal-hal lain di luar kepentingan menegakkan hukum dan keadilan. Transparansi dan akuntabilitas disadari MK sebagai instrumen untuk menjaga MK dari kemungkinan dan potensi untuk melakukan tindakan yang tidak semestinya dengan mengatasnamakan independensi hakim dan pengadilan,” imbuh Hamdan.
Bagi MK, tugas lembaga peradilan bukan sekedar memutus perkara, tetapi bagaimana membuka akses dan memudahkan masyarakat untuk menjangkau dan mendapatkan keadilan dari lembaga peradilan. Untuk itu, berbagai upaya telah dilakukan MK untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas tata kelola dan layanan peradilan yang terbaik.
Acara ini juga dihadiri oleh Rektor Universitas Brawijaya Mohammad Bisri, beserta para dekan fakultas di Universitas Brawijaya, dan seluruh para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. (Hamdi/Panji/mh)