Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) kembali diuji secara materiil pada Senin (6/10) di Ruang Sidang Pleno MK. Anggota DPRD Kabupaten Purwakarta terdaftar sebagai Pemohon perkara Nomor 93/PUU-XII/2014 serta Anggota DPRD Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Lahat terdaftar sebagai Pemohon perkara Nomor 94/PUU-XII/2014.
Dalam pokok permohonannya, kedua pemohon perkara yang diwakilinya, Refly Harun menjelaskan Pemohon menjelaskan hak konstitusionalnya dalam hukum dan pemerintahan terlanggar dengan berlakukanya Pasal 376 ayat (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), dan ayat (9) serta Pasal 377 ayat (6) UU MD3. Menurut Pemohon, aturan mengenai pemilihan pimpinan DPRD kabupaten/kota yang hanya berdasarkan pada perolehan kursi parpol dan menegasikan hak-hak anggota DPRD lainnya untuk mendapat kesempatan yang sama bertentangan dengan UUD 1945. Refly menjelaskan permohonan ini diajukan sebanyak 24 dari 45 anggota DPRD Purwakarta yang berarti telah mencapai suara mutlak, yakni 50% plus satu.
Pemohon menjelaskan Ketua DPRD ditentukan oleh DPRD agar dapat dipilih orang yang terbaik, di antara anggota DPRD yang ada, bukan ditentukan oleh partai dengan suara terbanyak. Terlebih jumlah kursi terbanyak tersebut masih minoritas dibandingkan dengan keseluruhan DPRD, bahkan ada pula jumlah kursi yang sama atau jumlah kursinya sangat sedikit. Para pemohon tersebut beranggapan kedua pasal yang diuji melanggar prinsip persamaan dan perlakuan yang adil baik dalam hukum maupun pemerintahan. Pemohon menilai, meski UU MD3 telah menjelaskan tugas antara DPR dan DPRD Kabupaten/Kota adalah sama, namun mekanisme pemilihan pimpinan DPRD ditetapkan berbeda dengan pemilihan pimpinan DPR.
“Menyatakan Pasal 376 ayat (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), dan ayat (9) serta Pasal 377 ayat (6) UU MD3 sepanjang frase “tata cara penetapan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” jelasnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan para pemohon, Majelis Hakim yang juga dihadiri oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Maria Farida Indrati memberikan saran perbaikan. Maria menjelaskan pemohon menganggap kedua pasal tersebut bersifat diskriminatif, Ia pun meminta agar Pemohon melihat kembali perbedaan antara DPR dan DPRD. “Apakah DPR dan DPRD itu setingkat? DPR memang lembaga Negara sementara DPRD hanyalah unsur penyelenggara negara. Jadi minta disamakan jika dianggap kedua pasal tersebut diskriminatif karena memilih untuk daerah tertentu, Maka permohonan harus dirombak karena tidak logis,” tegas Maria. (Lulu Anjarsari/mh)