Seoul - Selaku Presiden Association of Asian Constitutuional Courts and Equivalent Institutions (AACC) terpilih, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sedapat mungkin akan memberikan makna dan manfaat positif keberadaan AACC, terutama bagi pemajuan dan penegakan prinsip supremasi konstitusi di negara-negara anggota demi mewujudkan negara demokrasi konstitusional (consttitutional democratic state) dengan berpegang pada prinsip-prinsip yang dituangkan dalam Statuta Asosiasi yang telah disepakati bersama.
Pernyataan tersebut dikemukakan Wakil Ketua MK RI Arief Hidayat, saat memimpin pertemuan pimpinan MK dan Lembaga Sejenis se-Asia anggota AACC pada Minggu sore, pukul 16.00 sampai dengan 17.00 waktu setempat. Pertemuan tersebut digelar dalam rangkaian acara 3rd Congress of the World Conference on Constitutional di Seoul, Korea.
Hadir dalam pertemuan tersebut pimpinan MK dan Institusi Sejenis anggota AAC, antara lain, Presiden MK Korea, PARK Han-Chul, Mongolia, Thailand, Malaysia, Turki, Kazakhstan, Azerbaijan, Phillipina, dan Tajikistan. Hadir pula perwakilan dari Venice Comission, Mahkamah Agung Federasi Rusia, Mahkamah Agung Srilanka, dan Mahkamah Agung Republik Kyrgyzt sebagai observer.
Dalam rangkaian acara 3rd Congress of the World Conference on Constitutional Justice, MK Korea selaku tuan rumah memberikan kesempatan kepada asosiasi MK per-kawasan atau bahasa untuk menggelar pertemuan masing-masing. Terdapat setidaknya 7 asosiasi MK per-kawasan dan 2 asosiasi MK berdasarkan bahasa yang digunakan.
Di Eropa, ada Conference of European Constitusional Court (CECC). Di Afrika, ada Southern African Chief Justices Forum (SACJF). Di Arab ada Union Arab of Constitutional Courts and Councils (UACCC) dan Conference of Constitutional Jurisdictions of Afrca (CCJA). Ada Ibero-American Conference of Constitutional Justice (CICJ). Di Asia ada Association of Asian Constitutuional Courts and Equivalent Institutions (AACC). Ada juga, Conference of Constitutional Control Organs of the Countries of New Democracy (CCCOCND). Sementara asosiasi MK yang tergabung berdasarkan bahasa yang digunakan ialah Association of Constitutional Courts Using the French Language (ACCPUF) dan Conference of Constitutional Jurisdictions of the Portuguese-Speaking Countries (CJCPLP).
Dalam pidato pembukaan pertemuan tersebut, Arief menegaskan peran dan tugas baru MK RI sebagai Presiden AACC akan dimanfaatkan untuk lebih mempererat jalinan kemitraan yang telah dibangun dan berkembang sangat baik sejauh ini di antara MK dan Institusi Sejenis se-Asia, yakni kemitraan yang saling memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masing-masing institusi.
Pada kesempatan itu pula, Arief menginformasikan bahwa selaku Presiden AACC, Ketua MK RI telah menerima surat resmi dari the Constitutional Chamber of the Supreme Court of the Kyrgyzt Republic yang berisi permohonan untuk bergabung menjadi anggota AACC. Arief mengusulkan agar permohonan tersebut dibahas dan mendapat persetujuan dalam pertemuan Board of Member AACC pada saat Kongres III AACC yang rencananya akan digelar di Indonesia pada pertengahan tahun 2015 mendatang.
Dalam pertemuan tersebut, secara bergiliran, MK Korea, MK Turki, MK Federasi Rusia, dan MK Thailand menyampaikan tanggapan sekaligus pandangan serta usulan-usulan terkait dengan program dan kegiatan AACC. Pada umumnya menanggapi secara baik usulan MK RI tersebut. Bahkan beberapa diantaranya memuji dan mengapresiasi peran besar MK RI dalam membangun demokrasi konstitusional di Indonesia. Beberapa diantaranya kemudian menyampaikan pula, MK RI dipandang sangat berpengaruh dalam forum-forum internasional, terutama dalam AACC.
Pada akhir pertemuan, Arief memberikan kesempatan Mahkamah Agung Republik Kyrgyzt, yang sebelumnya disebut telah mengirimkan permohonan menjadi anggota AACC, untuk menyampaikan langsung permohonannya di hadapan peserta pertemuan.
Pertemuan diakhiri pada pukul 17.00 atau kurang lebih satu jam setelah dimulai pada pukul 16.00 waktu Seoul. Pertemuan dilaksanakan dalam situasi formal namun berlangsung cair di Ruang Pertemuan Topaz 1F di dalam kompleks the Shilla Hotel, Seoul, Korea yang memiliki arsitektur bangunan tradisional Korea. (FLS/mh)