Setelah mendengarkan berbagai pendapat dari saksi maupun ahli yang dihadirkan Pemohon dan Pemerintah, Mahkamah Konstitusi (MK) merasa perlu untuk menghadirkan para ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Padjajaran (Unpad). Memenuhi panggilan MK, IPB dan Unpad mengirimkan ahli-ahli terbaiknya di bidang perbenihan dalam sidang Pengujian Undang-Undang Hortikultura yang digelar Rabu (1/10) di Ruang Sidang Pleno MK.
Darda Effendi selaku Kepala Pusat Kajian Holtikultura Tropika IPB hadir untuk menjelaskan tentang pengembangan perbenihan di Indonesia. Menurut hasil kajian Darda dan rekan-rekan di IPB, benih holtikultura akan bisa diproduksi dengan kemampuan breeder (pembiak) lokal maupun perusahaan-perusahaan penangkar lokal. Darda pun memastikan sebagian besar benih buah dan sayur sudah dapat diproduksi oleh perusahan lokal di Indonesia.
“Benih buah-buahan yang berbentuk bibit itu semuanya dipenuhi oleh penangkar lokal. Kemudian untuk benih-benih biofarma K itu juga dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan ataupun penangkar-penangkar lokal. Sedangkan benih-benih sayuran memang ada beberapa yang tidak bisa diproduksi di Indonesia seperti kubis, brokoli, kubis china yang memang memiliki persyaratan kondisi iklim yang tidak memungkinkan untuk diproduksi di Indonesia,” ujar Darda yang juga mengungkapkan penangkar lokal sudah mampu memproduksi beberapa jenis benih melebihi produksi perusahaan Penanaman Modal Asing.
Seiring bertumbuhnya perusahaan benih lokal, Darda optimis bahwa industri benih hortikultura di Indonesia akan turut berkembang ke arah positif. Terlebih, perguruan tinggi di Indonesia terus mendukung perusahaan benih lokal melalui kerja sama antar lembaga riset. Selain dari produk yang dihasilkan, perguruan tinggi seperti IPB juga terus menyokong penangkar lokal dari segi sumber daya manusia yang menjadi tenaga pemulia.
Sementara itu, Unpad mengirimkan langsung Wawan Hermawan selaku Ketua LPPM Unpad. Wawan menyampaikan Indonesia memiki keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia. Dengan keanekaragaman hayati, termasuk keanekaragaman tanaman holtikultura, Wawan mengatakan seharusnya hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Keunggulan yang dimiliki Indonesia tersebut menurut Wawan harus didukung dengan perkembangan bioteknologi dan biologi sintetik yang modal dasarnya adalah keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, Wawan menyarankan agar plasma nutfah asli Indonesia dijadikan landasan bagi bisnis perbenihan lokal. Apalagi, Wawan yakin dengan bermodalkan keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia, agro industri khususnya industri hortikultura di Indonesia akan menjadi terkemuka di dunia.
Dengan berbagai keunggulan tersebut, Wawan yakin Indonesia mampu mengelola agri bisnis tanaman hortikultura secara mandiri. “Secara de facto, Indonesia memiliki kekayaan plasma nutfah tanaman hortikultura tropis besar yang siap menjadi tuan rumah di negara sendiri. Jenis-jenis tamanan hortikultura sub tropis dapat digunakan sebagai pengkayaan atau pelengkap saja. Indonesia juga sudah memiliki pakar memadai teknologi, serta sistem pengelolaan pemasaran agri bisnis, sehingga secara teoritis mampu mengelola agri bisnis tanaman hortikultura secara mandiri,” ujar Wawan yang juga meyakini UU Hortikultura telah mampu mendorong kemajuan industri benih Indonesia, terutama industri benih oleh perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). (Yusti Nurul Agustin/mh)