Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan oleh Muhammad Thoha terkait pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Notaris). Putusan perkara dengan Nomor 5/PUU-XI/2014 ini dibacakan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva pada Senin (29/9) di Ruang Sidang Pleno MK. “Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” jelas Hamdan.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim, Mahkamah menilai berdasarkan persyaratan pengangkatan, dan kewenangan Notaris dan PPAT yang diatur dalam peraturan perundang-undangan terdapat perbedaan yang sangat tegas antara Notaris dan PPAT selaku Pejabat Umum dalam menyelenggarakan kewenangannya yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Oleh karena, lanjut Alim, kewenangan Notaris dan PPAT merupakan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang sifatnya permanen dan dalam prinsipnya tidak mengubah sistem hubungan antar kekuasaan dan pertanggungjawaban yang telah ada. “Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Jabatan Notaris tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” jelasnya.
Kemudian, Mahkamah juga mempertimbangkan dalil mengenai kewenangan Menteri untuk mengangkat Notaris pada wilayah/daerah tertentu dibatasi sesuai dengan formasi yang ada merupakan suatu kewajaran dalam pengisian jabatan tertentu dalam rangka menata pelayanan yang merata kepada masyarakat Indonesia di seluruh wilayah Nusantara yang merupakan satu kesatuan yang bulat secara utuh dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Seandainyapun Pemohon telah diangkat menjadi PPAT pada wilayah tertentu, dan ternyata telah memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Notaris namun karena tidak ada lagi formasi yang tersedia (tertutup) di wilayah tertentu sehingga tidak dapat diangkat notaris baru hal itu bukan merupakan pelanggaran hak konstitusional Pemohon. Hal ini karena ketentuan peraturan perundang-undangan telah memberikan pilihan sebagai perlindungan hukum kepada Pemohon agar dapat mengembangkan diri, kebebasan, dan tidak diskriminatif yang sejalan dan tidak bertentangan dengan pasal-pasal UUD 1945. Sedangkan, berkaitan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berlaku sejak diundangkan seyogianya disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sehingga tidak multitafsir dan tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat bahwa permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandas Alim.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon yang hadir tanpa kuasa hukum menjelaskan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 15 ayat (2) huruf f, Pasal 21 juncto Pasal 22 ayat (2) UU Jabatan Notaris. Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Jabatan Notaris berbunyi “Notaris berwenang pula: f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan”. Sedangkan Pasal 21 UU Jabatan Notaris menyebutkan “Menteri berwenang menentukan Formasi Jabatan Notaris pada daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan mempertimbangkan usul dari Organisasi Notaris. Sementara Pasal 22 menyatakan “Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri”.
Thoha menjelaskan dirinya telah dinyatakan lulus ujian seleksi pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Tahun 2012 berdasarkan Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 912/KEP-17.3/XI/2013 tanggal 20 November 2013. Akan tetapi ketika pengajuan permohonan pengangkatan pejabat umum notaris yang diajukannya justru ditolak secara langsung oleh Customer Service Officer Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan alasan formasi terbatas. Padahal, menurut Pemohon, dalam Pasal 3 UU tersebut tidak menyebutkan bahwa formasi jabatan notaris merupakan persyaratan mutlak dan utama untuk dapat atau tidaknya seseorang diangkat sebagai notaris. (Lulu Anjarsari/mh)