Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan uji materi UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA) -- Perkara No.81/PUU-XII/2014 – pada Rabu (24/9) siang di ruang sidang MK. Majelis Hakim dipimpin oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Pemohon adalah Bripda Daniel Liunome, yang diwakili kuasa hukumnya Sutopo Simbolon.
“Hari ini adalah perbaikan permohonan yang sudah disampaikan kepada Saudara, apa sudah ada perbaikannya?” kata Patrialis Akbar membuka sidang. “Baru hari ini, Pak Majelis, saya serahkan,” ujar Sutopo.
“Sebelumnya kami mengajukan beberapa pasal sebagai batu uji. Tetapi pada perbaikan ini kami hanya mengajukan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai batu uji,” jelas Sutopo.
Dikatakan Sutopo, beberapa batu uji yang disampaikan pada permohonan sebelumnya ditiadakan, supaya tidak menjadi nebis in idem dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-VIII/2010.
“Kemudian kami juga memintakan supaya Pasal 67 huruf b Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 dinyatakan bertentangan dengan Pasal 67 huruf b Undang-Undang Dasar 1945, sehingga kami memohonkan kepada Majelis Hakim MK untuk supaya pasal ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya,” pinta Sutopo.
“Jadi, prinsipnya permohonannya perbaikannya sudah kami terima ya. Tentu juga kami belum sempat baca karena baru diserahkan saat ini. Nanti kita pelajari lagi dan hari ini sekaligus kita akan mengesahkan bukti yang Saudara sampaikan. P-1 sampai dengan P-15,” ujar Patrialis Akbar.
Sebagaimana diketahui, pada sidang sebelumnya Pemohon mengajukan uji materi UU No. 14 Tahun 1985 dengan sejumlah alasan, antara lain Pasal 67 huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung hanya menyatakan alasan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali perdata apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan, tetapi tidak menegaskan secara tegas apakah untuk mengajukan peninjauan kembali wajib atau tidak wajib untuk menyertakan bukti baru.
Sementara dalam praktiknya untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali diwajibkan untuk menyertakan bukti baru, karena tidak mungkin memeriksa perkara hanya berdasarkan dalil yang tercantum di dalam pemeriksaan perkara. (Nano Tresna Arfana/mh)