Tomson Situmeang yang menggugat ketentuan pembatasan kewenangan hakim, jaksa penuntut umum, dan penyidik untuk pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan notaris dalam UU Jabatan Notaris memperbaiki permohonannya. Poin-poin perbaikan dalam permohonan No. 72/PUU-XII/2014 itu disampaikan oleh Charles Hutagalung selaku kuasa hukum Pemohon pada sidang yang digelar Rabu (17/9) di Ruang Sidang Panel Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Charles menyampaikan saran-saran panel hakim pada sidang pendahuluan sudah dimasukkan dalam perbaikan permohonan.
Saah satu perbaikan yang dilakukan oleh Pemohon terletak pada poin kedudukan hukum (legal standing) yang dipakai untuk mengajukan permohonan ini. Pemohon menegaskan bahwa ia memiliki hak fiksional yang diatur Undang-Undang Tahun 1945 yang memberikan jaminan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan perlakuan sesuai dengan prinsip perlindungan dari kesewenang-wenangan. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari prinsip negara hukum yang dianut oleh Indonesia.
“Bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai advokat dan partner pada Law Firm RB Situmeang and Partners sebagai advokat. Pemohon mempunyai hak konstitusional yang diberikan oleh Undang-Undang Tahun 1945 sesuai prinsip negara Indonesia sebagai sebuah negara hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,” ujar Charles.
Sesuai permohonannya diketahui bahwa Pemohon menggugat ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1), (2), dan (4) UU Jabatan Notaris. Pasal-pasal tersebut mengatur kewenangan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim. Pada ayat (1) pasal tersebut dinyatakan bahwa untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang melakukan beberapa hal yang diatur pada poin selanjutnya. Kewenangan tersebut, yaitu mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris dan memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.
Menurut Pemohon, ketentuan tersebut menghalangi hak konstitusional Pemohon yang juga merupakan penegak hukum. Diberlakukannya Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris menurut Pemohon telah memberi pengaruh terhadap penegakan hukum baik oleh advokat, polisi, jaksa maupun kekuasaan kehakiman yang akan berujung pada hilangnya independensi penegak hukum. Selain itu, Pemohon juga menganggap ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU tersebut memberi kesan kewenangan hakim, jaksa penuntut umum, dan penyidik berada di bawah kewenangan MKN. Sebab, hanya dengan persetujuan MKN-lah para penegak hukum tersebut dapat melakukan penyidikan dalam hal mengambil fotokopi Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan notaris.
Pada persidangan kali ini, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati yang bertindak sebagai ketua panel mengesahkan empat belas bukti yang diajukan Pemohon. Salah satu bukti yang diajukan Pemohon yaitu UU Jabatan Notaris yang baru. “Ya, saya sahkan alat bukti ini dan menerima perbaikan Anda,” ujar Maria setelah mengonfirmasi alat bukti yang diajukan Pemohon. (Yusti Nurul Agustin/mh)