Jaminan hak konstitusional warga negara merupakan salah satu alasan berdirinya negara dan pembentukan konstitusi. Dengan demikian semua organ Negara dan aktivitas negara yang berorientasi pada perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara adalah urusan publik dan harus diketahui oleh publik. Oleh karena itu keterbukaan informasi publik menjadi syarat mutlak. Demikian diungkapkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, saat menjadi narasumber kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Informasi se-Indonesia Tahun 2014, yang dilaksanakan di Ballroom Hotel Grand Legi Mataram, Jumat (12/9/14).
Dalam kesempatan tersebut, Hamdan mengungkapkan bahwa keterbukaan informasi sangat penting di dalam negara yang menganut sistem demokasi. “Mengingat pentingnya keterbukaan informasi publik, hak atas informasi dan berkomunikasi diakui sebagai hak asasi manusia. Bisa kita lihat dalam UUD 1945 Pasal 28 huruf F yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi,” jelasnya.
Lebih lanjut menurut Hamdan, ketentuan tersebut menunjukkan betapa pentingnya informasi bagi setiap orang terkait dengan penyelenggaraan negara dan untuk mengembangkan kehidupan pribadi dan kelompok. Sebagai hak asasi, menjadi kewajiban negara untuk memajukan, menjamin, memenuhi dan melindungi hak-hak tersebut melalui penerapan prinsip transparansi dalam penyelenggaraan negara. “Keterbukaan informasi publik menentukan partisipasi dan akuntabilitas penyelenggaraan negara. Keterbukaan informasi publik adalah kata lain dari transparansi,” imbuhnya.
Peran MK
Sehubungan dengan itu, MK dalam beberapa putusannya menegaskan soal pengutamaan hak konstitusional untuk mengakses informasi secara terbuka. Sebagai contoh melalui Putusan MK tentang perkara 09/PUU-VII/2009 tentang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. MK menyebutkan pembatasan waktu pengumuman penghitungan cepat (quick count) tidak relevan karena penghitungan cepat tidak akan mempengaruhi kebebasan pemilih untuk menjatuhkan pilihannya. Ketentuan yang membatasi pengumuman hitung cepat tidak sesuai dengan hakikat suatu penghitungan cepat (quick count) dan menghambat hasrat serta hak seseorang untuk tahu (rights to know), sehingga bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945.
“Melalui putusan tersebut, MK membuktikan peran dan fungsinya sebagai penjaga konstitusi dan pengawal hak konstitusional warga negara, khususnya hak untuk memperoleh informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 F UUD 1945 yang menyatakan: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” tutup Hamdan.
Selain Ketua MK, kegiatan ini juga dihadiri oleh para tokoh lainnya, yakni Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, dan Gubernur Nusa Tenggara Barat M. Zainul Majdi. (ddy)