Pemerintah diwakili oleh Plt. Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Mualimin Abdi menyampaikan keterangan terkait Pengujian Undang-Undang Mahkamah Agung (MA), Kamis (11/9). Lewat Mualimin, Pemerintah menyatakan persoalan yang dihadapi Noes Soediono selaku Pemohon bukan karena ada pertentangan norma dalam Pasal 45A ayat (1) dan Pasal 45A ayat (2) huruf a, b, dan c UU MA dengan UUD 1945, melainkan hanya masalah implementasi norma.
Setelah mencermati permohonan Pemohon, Pemerintah menangkap inti dari permohonan No. 45/PUU-XII/2014 adalah upaya seorang warga negara memperjuangkan adanya kepastian hukum dan keadilan demi menjaga nama baik dirinya beserta keluarganya sebagai pelapor untuk satu tindak pidana yang tidak dilakukannya, tetapi justru dilakukan oleh orang lain. Salah satu upaya yang hendak dilakukan Pemohon yaitu melakukan upaya hukum kasasi. Namun, ketentuan dalam Pasal 45A ayat (1) dan Pasal 45A ayat (2) huruf a, b, dan c UU MA telah menghalangi langkahnya karena perkara yang hendak diajukan kasasi oleh Pemohon merupakan perkara putusan pra peradilan.
Pemerintah kemudian menjelaskan bahwa pembatasan terhadap perkara yang dapat dimintakan kasasi kepada MA dimaksudkan agar mengurangi kecenderungan setiap perkara diajukan ke MA. Selain itu, pembatasan juga dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan di masyarakat.
“Jadi sekali lagi, Yang Mulia. Bahwa perubahan yang sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 45A Undang-Undang tentang MahkamahAgung itu adalah hal-hal yang terkait agar di dalam masyarakat perkara-perkara itu tidak selalu diadakan atau dilakukan kasasi ke Mahkamah Agung, sekaligus juga mendorong agar pengadilan di bawah Mahkamah Agung itu memiliki nilai atau kualitas di dalam putusan-putusannya,” ujar Mualimin.
Selain itu, pembatasan juga dimaksudkan agar asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya murah dapat diimplementasikan oleh MA. Kasasi yang tidak dibatasi menurut Pemerintah juga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena perintah peradilan tidak kunjung dapat diwujudkan. Kemudian, Pemerintah juga menilai pembatasan kasasi oleh MA terkait dengan kewenangan atau sebagian kewenangan pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus tentang perkara yang terkait dengan sah tidaknya penangkapan, sah tidaknya penghentian penyidikan, maupun permintaan ganti rugi. Kewenangan itu pun sudah diatur secara limitatif dalam ketentuan Pasal 77 sampai dengan Pasal 835 KUHAP.
“Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut di atas menurut hemat pemerintah bahwa hal-hal yang dialami oleh Pemohon semata-mata adalah terkait dengan masalah implementasi dari undang-undang itu sendiri,” tukas Mualimin.
Sebagaimana diketahui, Noes mengajukan pengujian ketentuan syarat pengajuan kasasi ke MA. Ketentuan Pasal 45A ayat (1) dan Pasal 45A ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c UU MA dianggap menghalangi langkah Noes mengajukan kasasi putusan praperadilan. Sebab, pasal tersebut mengatur MA dapat mengadili perkara kasasi kecuali terhadap putusan tentang praperadilan, perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau diancam pidana denda, dan perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
Noes pernah mengajukan permohonan praperadilan terhadap SK Polresta Surakarta ke PN Surakarta dengan Nomor Register 01/Pid.Pra./2014/PN.Ska. Permohonan tersebut pun sudah diputus dengan amar putusan menyatakan menolak permohonan Noes. Merasa tidak puas, Noes berkeinginan untuk mengajukan kasasi. Namun niatnya tersebut terhalang dengan ketentuan dalam pasal-pasal yang diujikan dalam UU MA tersebut. (Yusti Nurul Agustin/mh)