Pada sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) Hortikultura yang dimohonkan oleh Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura dan tiga orang petani buah dan sayur serta Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura, Pemerintah menghadirkan saksi untuk membantah dalil Pemohon. Para ahli yang dihadirkan Pemerintah pada sidang yang digelar Rabu (10/9) menyatakan pembatasan modal asing dalam sektor perbenihan tidak merugikan mereka. Justru aturan tersebut telah mendorong perusahaan benih lokal tumbuh dan berkembang. Dengan maraknya produk benih lokal, petani lebih mudah memeroleh pasokan benih dengan harga yang terjangkau dan kualitas tak kalah dengan produk luar negeri.
Salah satu saksi dari Pemerintah yang menyatakan hal demikian, yaitu Bo’in Iryana yang merupakan petani sayur di Subang. Di hadapan pleno hakim yang diketuai oleh Arief Hidayat, Bo’in mengatakan selama bertani ia tidak pernah mendapat bimbingan dari pihak perusahaan benih manapun. Bo’in pun mengaku hanya menggunakan benih lokal.
Pada tahun 2009, Bo’in baru mengembangkan usaha taninya setela bertemu dengan salah satu petugas perusahaan benih lokal. Dari petugas tersebut Bo’in mendapat banyak bimbingan mengenai tata cara penanaman yang baik dan benar. Meski memakai bibit lokal, Bo’in mengaku hasil taninya tidak dibedakan harganya di pasaran. “Adapun harga penjualan di pasar induk tidak ada yang memnbedakan masalah harga, antara produk benih lokal dengan benih multinasional,” jelas Bo’in.
Selain tidak adanya perbedaan harga jual, Bo’in juga mengaku tidak mengalami masalah dalam pemeliharaan tanaman yang menggunakan benih lokal. Sebab, benih lokal dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Soal harga, Bo’in memastikan benih lokal tentu jauh lebih murah dibanding benih yang dihasilkan perusahaan multinasional. Selain kualitasnya yang bagus, benih lokal sangat mudah didapatkan di kios-kios yang menjual produk pertanian. Selama masa tanam, petugas produk benih lokal bahkan selalu memantau tanaman petani.
Pernyataan senada juga disampaikan Nandang Haryadi selaku petani dari Desa Cipinang Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung. Setelah di-PHK dari perusahaan tempatnya bekerja, Nandang terpaksa menjadi petani meski ia minim pengalaman di bidang itu. Dengan mencari berbagai informasi, awalnya Nandang menanam benih jagung manis produk perusahaan multinasional. Namun, pada 2010 Nandang juga mencoba menanam jagung manis dari perusahaan bibit lokal. Ternyata, jagung manis yang dihasilkan dari benih lokal memiliki kualitas yang lebih baik dan merata dibanding jagung manis yang pernah ia tanam menggunakan bibit dari perusahaan multinasional.
“Berdasarkan pengalaman tersebut ternyata produk nasional memiliki daya tumbuh yang lebih baik dan merata. Tanamannya lebih kokoh, tahan terhadap serangan penyakit, produksi bisa bersaing, dan harga jual lebih tinggi dengan perbedaan selisih sekitar 100 rupiah per kilogram,” ungkap Nandang.
Keuntungan memakai benih lokal juga disampaikan Sahlan selaku petani dari Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sahlan menjelaskan bahwa produk hasil tani dapat diterima oleh pasar ditentukan dari bibit yang dipakai. Oleh karena itu, para petani memprioritaskan penggunaan bibit yang diterima oleh pasar atau yang disesuaikan dengan permintaan pasar. Selain itu, bibit yang memunyai kualitas hasil yang baik dan produktivitasnya yang tinggi juga diincar oleh petani. Pertimbangan lainnya, bibit harus tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Dan tentu saja bibit yang lebih mudah diperoleh dan terjangkau harganya lebih diminati oleh petani.
Diawal-awal usaha, Nandang sempat memakai bibit dari perusahaan asing. Namun, bibit yang ia pakai sering terlambat dipasok bahkan sampai tidak beredar lagi di pasaran. Akibatnya, harga bibit tersebut menjadi mahal. Nandang pun menceritakan pengalamannya memakai bibit semangka dari perusahaan luar negeri. Ia mengatakan mendapat bibit tersebut dari Bandar atau toko. Namun, Bandar atau toko tidak bisa menjamin ketersediaan bibit tersebut.
Nandang pun merasa diuntungkan dengan mulai tumbuh dan berkembangnya perusahaan benih nasional pada tahun-tahun belakangan ini. Sebab, bibit menjadi lebih mudah didapati dengan harga yang terjangkau. “Berapa tahun terakhir ini sungguh sangat memberi manfaat yang baik bagi kami. Beberapa kemudian yang dapat kami rasakan baik dari terjangkaunya harga, ketersediaan barangnya, kemudahan mendapatkannya, pelayanan para petugasnya dalam memberi informasi dan transfer teknologi, cepat penanganannya jika ada masalah dan yang sangat kami rasakan adalah adanya jalinan silahturahmi antara petani, penyalur, dan perusahaan produsen bibit nasional kita. Hal inilah yang tidak kami rasakan dengan perusahaan-perusahaan benih yang dari luar,” papar Nandang. (Yusti Nurul Agustin/mh)