Sidang Pengujian Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang dimohonkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia kembali digelar. Pada sidang yang dilaksanakan pada Rabu (10/9), DPD menyampaikan telah melakukan perbaikan permohonan sesuai saran hakim pada sidang pendahuluan.
Kuasa Hukum Pemohon, Aam Eko Widiarto menyampaikan beberapa perubahan penting dalam permohonan yang teregistrasi No. 79/PUU-XII/2014 itu. Perubahan dimaksud dimasukkan dalam permohonan sesuai saran hakim pada sidang pendahulan.
Salah satu perubahan yang dilakukan, yaitu pemisahan dasar (posita) gugatan formil dan postita gugatan materiil. Pada postita gugatan formil, Pemohon mengganti batu uji yang digunakan sesuai ketentuan dalam Pasal 51A ayat (3) UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang MK. Pasal tersebut mewajibkan pengujian formil harus didasarkan pada Konstitusi.
Perbaikan lain yang dilakukan oleh Pemohon, yaitu penambahan argumentasi yang menyatakan materi muatan UU MD3 yang mengatur tentang DPRD. DPD pun menganggap dirinya memiliki kewenangan konstitusional membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah. Pemohon pun menambahkan argumentasi terkait uji formil yang dibatasi aturan waktu maksimal pengajuan sebelum 45 hari sejak UU disahkan.
Satu perbaikan yang paling penting juga dilakukan Pemohon, yaitu perbaikan permintaan (petitum) permohonan. “Untuk petitum supaya juga lebih jelas, kami juga sudah menambahkan petitum dalam provisi kemudian dalam pokok perkara formil dan pokok perkara materiil sebagaimana kemarin juga sudah dinasihatkan,” jelas Aan.
Alexander Lay selaku kuasa hukum Pemohon kemudian membacakan petitum permohonan yang baru usia diperbaiki. “Petitum. Dalam provisi, menunda pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sampai Mahkamah Konstitusi memberikan putusan akhir terhadap pokok perkara pengujian formal. Satu. Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan mengabulkan permohonan pengujian formal Pemohon untuk seluruhnya. Dua tiga dan seterusnya dianggap dibacakan,” ujar Aan.
Sebelumnya dalam sidang pendahuluan, Pemohon menyampaikan UU MD3 telah menyalahi aturan dalam pembentukannya sehingga pantas dianggap cacat formil. Selain itu, UU MD3 juga dianggap berisikan pasal-pasal yang mendiskriminasikan DPD. (Yusti Nurul Agustin/mh)