Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva memberikan orasi ilmiah dalam Dies Natalis ke-58 Universitas Hasanudin, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (10/09) di Gedung Baruga Pettarani, kompleks Universitas Hasanudin (Unhas).
Hamdan menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul "Peran Perguruan Tinggi dalam Pembentukan Karakter Bangsa", Hamdan memberikan pandangannya terhadap dunia kepemudaan dan pendidikan tinggi saat ini. Menurutnya, Republik Indonesia lahir dan didirikan dari semangat dan kemauan kuat dari orang-orang muda terdidik dan tercerahkan pada masa itu.
Mantan anggota Panitia Ad Hoc I Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu mengatakan, para pemuda yang tergabung dalam Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera, Jong Ambon, dan lain-lain, menggunakan kekuatan intelektualitas dalam perjuangannya. Pemuda-pemuda itu mengubah strategi perlawanan otot menjadi perlawanan otak melalui perjuangan organisasi, ideologi, dialog, dan media massa. Perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan pun dapat terwujud karena perjuangan para pemuda tersebut. “Mereka adalah anak-anak muda yang berkarakter kuat,” ujarnya.
Menyikapi perkembangan dunia pendidikan saat ini, Hamdan melihat aktivitas pendidikan di perguruan tinggi selama ini banyak tereduksi hanya menjadi aktivitas untuk mengisi atau memenuhi isi otak mahasiswa namun kurang memusatkan perhatian pada pengembangan kapasitas kepribadian. Menurutnya, karena hal itu tidak mengherankan jika ada pendapat yang mengatakan, output perguruan tinggi sejauh ini barulah sebatas orang yang menyandang gelar sarjana. “Sayangnya, banyak di antara mereka yang tidak mampu berbuat signifikan dengan ilmu yang telah dipelajari dan dimiliki,” kata Hamdan.
Menurut pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat ini penyelenggaran pendidikan di perguruan tinggi seharusnya dapat diandalkan untuk mengintegrasikan semua strategi, membumikan kembali nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 untuk pembentukan karakter bangsa. Hamdan berpendapat, perguruan tinggi seharusnya dapat menjadi wahana pembentukan karakter bangsa yang tidak saja berorientasi kepada pengetahuan akan tetapi juga berorientasi kepada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Hamdan mengatakan, kenyataannya kurikulum pendidikan di perguruan tinggi masih menempatkan ilmu pengetahuan di atas segalanya. Kurikulum pendidikan membatasi diri hanya untuk menjawab tantangan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semata, sehingga penanaman nilai dan semangat kebangsaan, termasuk pembentukan karakter bangsa, selama ini mengalami marginalisasi.
“Kalau hal tersebut tetap dipertahankan, maka wajar jika lulusan perguruan tinggi gersang dari semangat dan nilai kebangsaan serta minim nilai etika sosial kemasyarakatan,” terangnya. Hamdan mengingatkan, penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi sebaiknya tidak lagi sekedar menjawab tantangan pengembangan ilmu pengetahuan semata, melainkan juga untuk meningkatkan kualitas diri sebagai manusia Indonesia yang bertanggungjawab dengan jati diri nilai Pancasila dan UUD 1945.
Hamdan meminta kepada seluruh sivitas akademika yang hadir dalam sidang senat terbuka itu untuk menjadikan perguruan tinggi sebagai pengawal moral atau moral guide. Menurutnya perguruan tinggi tidak boleh berhenti pada tugas melakukan transfer ilmu pengetahuan saja, namun juga mengambil tanggung jawab terhadap perkembangan kepribadian, karakter, kapasitas pengambilan keputusan, dan perilaku yang baik. Sebagai alumni Fakultas Hukum Unhas, Hamdan menegaskan, alumni Unhas harus memiliki karakter "Ayam Jantan Dari Timur", yang berarti pemberani dalam kebenaran. (Ilham/mh)