Sekelompok mahasiswa yang menamakan diri sebagai Forum Kota (Forkot) Kabupaten Gresik sebagai Pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran tidak hadir dalam sidang perbaikan permohonan.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Patrialis Akbar didampingi Aswanto dan Wahiduddin Adams, baik pemohon maupun kuasa hukumnya tidak hadir dan tidak memberikan konfirmasi. “Berhubung pemohonnya tidak hadir, sidang perkara Nomor 65/PUU-XII/2014 dinyatakan ditutup,” ujar Patrialis di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (10/9).
Pada sidang perdana pengujian UU Pelayaran, Pemohon menyatakan dirugikan atau berpotensi dirugikan hak konstitusionalnya dengan pemberlakuan UU Pelayaran. Dalam Permohonannya, Pemohon mengaku tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU Pelayaran, sehingga menurut Pemohon UU Pelayaran tidak memenuhi syarat formil baik di tingkat eksekutif maupun legislatif.
Pasal-Pasal yang dimohonkan pengujiannya tersebut di atas bertentangan dengan prinsip otonomi daerah yang diatur pada Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945. Adapun norma-norma yang diujikan di antaranya Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), Pasal 70 ayat (2), Pasal 72 ayat (1), Pasal 76 ayat (1), Pasal 77, Pasal 81 ayat (4), Pasal 82 ayat (1) dan (2), Pasal 96 ayat (1), Pasal 104 ayat (2), Pasal 111 ayat (1), Pasal 116 ayat (2), Pasal 197, dan Pasal 207 ayat (3) UU Pelayaran.
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan batas waktu pengujian formil UU tersebut sudah lewat. “Batas waktunya adalah 45 hari sejak undang-undang itu diundangkan, padahal undang-undang yang Anda mau minta uji itu tahun 2008, berarti sudah lewat tenggat waktu, sudah tidak bisa dilakukan hak uji formil,” jelasnya, Kamis (28/8).
Dari segi materi, Pemohon juga diharuskan untuk mampu untuk menunjukkan di mana letak posisi inkonstitusionalitas pasal-pasal UU Pelayaran itu dengan konstitusi. “Saudara tidak perlu membandingkan dengan undang-undang lain. Ini konsistensi secara vertikal UU Pelayaran dengan konstitusi,” imbuh Arief. (Lulu Hanifah/mh)