Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan orasi ilmiah pada pembukaan acara Pekan Konstitusi Ke-7 di Balai Diklat Tambang Bawah Tanah (BDTBT) yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Selasa (3/9). Pada acara yang dipusatkan di Kabupaten Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat, Hamdan menyampaikan kekagumannya kepada salah satu founding father bangsa Indonesia, Mohammad Yamin yang merupakan putra daerah Sawahlunto. Berkat ide Yamin pula MK erbentuk dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Di hadapan Walikota Sawahunto Ali Yusuf, Hamdan juga menyampaikan Kota Sawahlunto memberikan kesan tersendiri kepada Hamdan karena di kota inilah tokoh besar bangsa Indonesia, Muhammad Yamin dilahirkan. Yamin bukan tokoh bangsa biasa, sebab dari pemikirannya banyak dilahirkan ide-ide ketatanegaraan, termasuk turut serta dalam menyusun UUD 1945. Bahkan, Yamin sangat percaya bahwa Indonesia akan merdeka dan menjadi republik ketiga di Nusantara setelah Sriwijaya dan Majapahit.
Terkait dengan eksistensi MK, Hamdan mengatakan sebenarnya Yamin telah mengemukakan ide tentang suatu lembaga yang memiliki fungsi membanding undang-undang terhadap UUD atau hukum tertinggi. Ide tersebut disampaikan Yamin pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
“Ia yang pertama kali menyampaikan ide tentang MK dalam pembahasan UUD 1945 pada sidang BPUPKI. Saat itu, ia mengatakan diperlukan balai agung yang akan membanding undang-undang dengan hukum adat dan syariah. Undang-undang menurut Yamin bisa di-chalange, di-review berdasaran ketentuan adat dan syariah oleh lembaga bernama balai agung. Jadi, ide pertama untuk memunculkan MK di Indonesia keluar dari pemikiran Mister M. Yamin,” jelas Hamdan di hadapan peserta Pekan Konstitusi yang berasal dari SMA di Provinsi Sumatera Barat, Jambi, dan Riau.
Namun, lanjut Hamdan, pada saat itu ide Yamin ditolak oleh Soepomo yang juga menggagas UUD 1945. Soepomo beralasan Indonesia tidak menganut prinsip separation of power atau pemisahan kekuasaan. Selain itu, Indonesia dibangun atas prinsip kekeluargaan, manunggal kawulo gusti atau bersatunya rakyat dan negara menjadi satu kesatuan. Selain itu, Soepomo mengatakan Indonesia belum punya banyak sarjana hukum yang bisa mengajukan judicial review.
Namun ide tentang balai agung yang memiliki kewenangan melakukan pembanding atau judicial review itu berkembang terus sampai tahun 1999. Ketika itu, Hamdan yang tengah menjadi anggota DPR RI turut ikut dalam proses pembentukan MK yang masuk dalam perubahan ketiga UUD 1945. Kewenangan untuk melakukan judicial review seperti yang digagas Yamin pun diberikan kepada MK.
“Salah satu kewenangan MK yaitu merefleksi kembali ide M. Yamin pada 1945, yaitu kewenangan untuk menguji UU terhadap UUD. Bedanya MK saat itu Yamin memberikan ide pengujian UU terhadap UU Syariah dan Adat. Karena Yamin saat itu berpikir UU Syariah dan Adat adalah UU tertinggi saat itu di Indonesia,” papar Hamdan di hadapan Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno yang pernah menjadi rekan seperjuangannya di DPR.
Pemahaman Berkonstitusi
Dalam kesempatan kali ini, Hamdan pun menyampaikan filosofi kehidupan berkonstitusi. Ia mengatakan Ada tiga cara untuk melahirkan konstitusi secara tertulis. Pertama, melalui kesepakatan dari rakyat di suatu wilayah tentang hukum dasar yang akan menjadi landasan bernegara. Kedua, konstitusi tertulis yang didiktekan oleh negara penjajah seperti yang terjadi di Jepang yang konstitusinya didikte Sekutu ketika kalah pada Perang Dunia II. Ketiga, konstitusi yang dilahirkan olh rakyat atas kesepakan para pendiri bangsa, seperti yang dialami Indonesia ketika UUD 1945 disusun oleh founding fathers berdasar kesepakatan bangsa Indonesia.
Di dalam konstitusi diatur hak-hak warga negara yang disebut hak konstitusional warga negara. Konstitusi Indonesia bahkan mengatur persoalan pendidikan, agama, hingga ekonomi. Karena Konstitusi Indonesia sangat luas dan paripurna, maka untuk memahaminya tidak hanya dilihat secara tekstual melainkan juga dipahami secara filosofis. “Konstitusi juga termasuk dasar pemikiran atau filosofi yang mendasari lahirnya konstitusi. Itu menjadi penting untuk memahami konstitusi lebih mendalam untuk memahami jiwa yang terkandung di dalam konstitusi tersebut,” papar Hamdan.
Karena konstitusi mengatur norma kehidupan bernegara, lanjut Hamdan, maka jiwa rakyat yang tumbuh dinamis dan berkembang pada masa sekarang turut menjadi bagian dari Konstitusi. Oleh karena itu menurut Hamdan untuk memahami konstitusi perlu juga merasakan denyut nadi atau jiwa rakyat. Hal itu diperlukan agar konstitusi menjadi dinamis dan bisa menjawab persoalan-persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Oleh karena itu mengapa banyak putusan MK yang progresif, tidak ada dalam teks konstitusi, tidak ada di dalam pasal tapi kita yang kita pahami tidak hanya teks tetapi jiwa yang ada di dalamnya termasuk denyut nadi, tuntutan-tuntutan, perkembangan sosial, dan kebutuhan kehidupan bebrangsa dan bernegara. Karena itu penafsiran konstitusi menjadi sangat dinamis. Pemahaman itu menjadi penting bagi kita semua terutama bagi anak-anak kita,” papar Hamdan.
Berdasar itu semua, Hamdan menyatakan acara Pekan Konstitusi seperti kali ini menjadi sangat penting untuk ditanamkan kepada setiap pelajar untuk memahami konstitusi. Karena memahami konstitusi merupakan bagian penting bagi kesedaran bernegara dan berbangsa. Hamdan pun memastikan bahwa MK akan berkomitmen penuh untuk terus mendukung acara seperti Pekan Konstitusi. “Nasionalisme lahir dengan kita mempelajari sejarah perjuangan bangsa dan pemahaman terhadap Konstitusi. Kebanggaan kita terhadap Indonesia lahir kalau kita memahami konstitusi dan sejarah perjuangan bangsa. Ini yang harus kita tanamkan kepada anak-anak kita. Apresiasi yang sangat luar biasa saya berikan kepada anak-anak SMA Sumbar, Jambi, dan Riau,” tandas Hamdan. (Hendy Prasetya/Yusti Nurul Agustin/mh)