Sidang uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (1/9) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 59/PUU-XII/2014 ini dimohonkan oleh Duhuaro Zega sebagai Pemohon I, Aroziduhu Zega sebagai Pemohon II, Arosokhi Zega sebagai Pemohon III, Aronasokhi Zega sebagai Pemohon IV, dan Arozatulo Zega sebagai Pemohon V.
Dalam pokok permohonannya, kelima bersaudara tanpa diwakili kuasa hukum, merasa telah mengalami kerugian konstitusional dengan Pasal 78 KUHP. Pasal 78 KUHP menyatakan bahwa “(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena kedaluarsa: 1. Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun; 2. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun; 3. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun; 4. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun. (2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang kedaluarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga”.
Pada sidang tersebut, Pemohon menjelaskan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran yang diberikan oleh Majelis Hakim pada sidang sebelumnya. “Kami memperbaiki hampir keseluruhan permohonan sesuai saran majelis hakim. Karena kami mengajukan sendiri tanpa kuasa hukum, jika sekiranya Majelis Hakim ada saran tambahan, kami membutuhkannya,” ujar pemohon di hadapan Majelis Hakim yang diwakili oleh Hakim Konstitusi Aswanto.
Menanggapi hal tersebut, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menjelaskan pemohon hanya perlu mengubah mengenai kewenangan MK. Kemudian dalam kesempatan itu, Majelis Hakim juga mengesahkan beberapa alat bukti yang diajukan oleh Pemohon.
Pada sidang sebelumnya, Arosokhi Zega menyatakan adanya pemalsuan akta hibah dan tanda tangan atas rumah kediaman bertanggal 21 Mei 2012. Atas pemalsuan tersebut para Pemohon mengajukan pengaduan ke Polres Nias Gunungsitoli pada 21 Mei 2012. Namun berdasarkan surat dari pihak Polres Nias Gunungsitoli tertanggal 13 Mei 2014, Jaksa Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara karena masa penuntutan telah kedaluwarsa. Berdasarkan hal tersebut proses penyidikan pun dihentikan. Namun para Pemohon justru tidak pernah menerima surat pemberitahuan secara resmi dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Gunungsitoli. Berdasarkan hal tersebut, menurut Arosokhi, penerapan Pasal 78 juncto Pasal 79 KUHP, mengakibatkan mereka harus mengalami kehilangan hak berupa tempat kediaman dan tempat berwirausaha sehingga para Pemohon berpendapat bahwa pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. (Lulu Anjarsari/mh)