Eduard Nunaki, Pegawai Negeri Sipil asal Papua memperbaiki permohonan dalam uji materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Eduard memperbaiki sistematika permohonan dan memperkuat petitumnya.
Dalam sidang yang dipimpin Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Pemohon mengurai petitumnya menjadi empat poin, yakni menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN terhadap UUD 1945, menyatakan Pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, antara lain Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2).
“Poin tiga menyatakan bahwa Pasal 119 dan 123 ayat (3) UU ASN, khususnya frasa wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” jelasnya di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Rabu (27/8).
Terakhir, Pemohon meminta MK menyatakan tafsir yang benar dan konstitusional atas ketentuan Pasal 119 dan Pasal123 ayat (3) UU ASN adalah tafsir yang menyatakan bahwa pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur/wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari jabatan pimpinan tinggi madya dan jabatan pimpinan tinggi pratama sejak mendaftar sebagai calon.
“Bagi pegawai aparatur sipil negara dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi persiden dan wakil presiden, gubernur/wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri dari jabatan struktural dan atau fungsional secara tertulis sejak mendaftar sebagai calon,” tuturnya.
Pada sidang perdana, Pemohon menilai aturan yang menyatakan PNS harus mundur dari statusnya apabila ingin menjadi pejabat publik inkonstitusional. "Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya sebagai warga negara dirugikan dengan UU tersebut karena hak politiknya tidak diberikan ruang," ujarnya, Kamis (17/7).
Menurut Pemohon, dirinya selaku PNS dan warga negara memiliki hak yang sama dengan warga negara lain untuk ikut berperan dalam pemerintahan. Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat, ia mengaku tidak dapat membayangkan seperti apa pemerintahan apabila calon pemimpin pemerintahan tidak pernah bekerja di jajaran birokrasi.
Pasal 119 UU ASN
"Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon,"
Pasal 123 UU ASN
“Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon”
Oleh karena itu, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN bertentangan dengan konstitusi. "Jika tidak untuk seluruh Indonesia, maka untuk Papua dan Papua Barat diharap menjadi pertimbangan,"imbuhnya. (Lulu Hanifah/mh)