Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar 1945 kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (25/8) di Ruang Sidang Pleno MK. Kepaniteraan MK meregistrasi perkara ini dengan Nomor 46/PUU-XII/2014 yang dimohonkan oleh PT Kame Komunikasi Indonesia.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati tersebut, Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya menjelaskan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran hakim konstitusi pada sidang sebelumnya. Pemohon menjelaskan telah memperbaiki angka kerugian yang diderita kliennya dengan adanya aturan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
“Tentang angka kerugian, jika rata-rata memang nilai jual objek pajak menara itu 1 Miliar jika menggunakan pendekatan 2% nilai jual objek pajak, maka retribusi menara telekomunikasi sebesar 20 Juta, sementara jika menggunakan formula retribusi yang sebenarnya yang diatur di undang-undang tidak menggunakan NJOP hanya sekitar 2 juta. Sehingga potensi kerugian karena menggunakan NJOP adalah sekitar 17.927.272,00/menara. Itu mengenai angka,” jelasnya.
Selain itu, Dony Tri istiqomah menjelaskan telah memperbaiki permohonan bahwa penjelasan Pasal 124 itu pada dasarnya bertentangan dengan pasal itu sendiri, bertentangan dengan norma pasal karena penjelasan Pasal 124 telah membuat norma baru dan bertentangan dengan norma yang ada di ketentuan pasal. “Sedangkan petitum hanya sebatas menyangkut redaksional sudah kami ubah redaksinya sebagaimana yang diminta oleh Majelis. Hanya itu, Yang Mulia, perbaikan yang sudah kami lakukan sebagaimana yang diperintahkan pada sidang sebelumnya,” ungkapnya.
Dalam permohnannya, Pemohon mendalilkan dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Penjelasan Pasal 124 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang berbunyi: Mengingat tingkat penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pelayanan dan pengendalian sulit ditentukan serta untuk kemudian penghitungan tarif retribusi ditetapkan paling tinggi 2% dari nilai jual objek pajak yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak bumi dan bangunan menara telekomunikasi, yang besarnya retribusi dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi tersebut.
Pada sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada Senin (11/7) lalu, kuasa hukum Pemohon Radian Syam memaparkan bahwa akibat dari Penjelasan Pasal 124 tersebut membuat ketentuan tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi tidak lagi didasarkan pada biaya-biaya pengawasan dan pengendalian. Pemohon menjelaskan dalam praktiknya pemerintah daerah langsung menetapkan tarif sebesar 2% dari NJOP. (Lulu Anjarsari/mh)