Beatrix Wanane, anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua, membantah keterangan saksi Pemohon Prabowo-Hatta sebelumnya yang menyatakan beberapa kampung di Papua tidak melaksanakan pencoblosan suara saat Pilpres 9 Juli lalu. “Sebagai penyelenggara di tingkat provinsi, saya monitoring dan mendapatkan data, itu dilaksanakan,” tegasnya.
Sebelumnya, Novela Nawipa, saksi yang dihadirkan Pemohon mengatakan tidak ada aktivitas pencoblosan suara saat Pilpres 2014 di daerahnya, Kampung Awabutu, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai. “Tidak ada jam berapa sampai jam berapa karena aktivitas pemilu di kampung saya tidak ada,” ujarnya, Selasa (12/8).
Sedangkan menurut Beatrix, kampung Novela yang berada di Kabupaten Paniai terdaftar dalam satu dari 16 kabupaten di Papua yang memilih dengan sistem noken. Beatrix pun menerima laporan dari Ketua KPU Paniai bahwa proses pemilu dilaksanakan di kabupaten daerah pegunungan tersebut.
Suara Didiskualifikasi di Dua Distrik
Beatrix juga menerangkan suara dua distrik di Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua yang dinilai bermasalah diputuskan didiskualifikasi atau dinolkan untuk dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dua distrik itu adalah Mapia Tengah dan Mapia Barat.
Menurut Beatrix, saksi kedua pasangan capres dan cawapres mengajukan keberatan pada rekapitulasi suara di tingkat provinsi lantaran perolehan suara melalui sistem noken di Distrik Mapia Tengah dan Distrik Mapia Barat. Namun, keberatan tersebut diakui telah diselesaikan saat itu juga.
“Kami minta kepada KPU Dogiyai untuk mempertanggungjawabkan dalam forum di saat itu juga yang diawasi langsung oleh Bawaslu dan panwas untuk menyelesaikan sengketa tersebut,” ujarnya dalam sidang lanjutan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden (PHPU Pilpres) yang dimohonkan oleh pasangan capres dan cawapres 2014 nomor urut 1 Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Rabu (13/8).
Ia mengatakan, baik KPU dan Bawaslu Papua saat itu berkoordinasi kepada tingkat di atasnya untuk mendapat petunjuk menyelesaikan situasi yang dihadapi. Komisioner KPU Pusat saat itu memerintahkannya untuk menunggu keputusan Bawaslu. “Setelah 30 menit, ketua Bawaslu bilang ‘solusinya kita dis (diskualifikasi) dua ini’. Jadi perolehan kedua kandidat di Mapia Barat dan Mapia Tengah itu dinolkan,” ujarnya.
Beatrix menambahkan, kedua saksi saat itu tidak mengajukan keberatan terhadap keputusan tersebut. “Bahkan saksi pasangan calon nomor urut 1 Prabowo Hatta menyatakan ‘kami memberikan penghargaan terhadap orang Papua yang sudah juga memberikan suara kepada pasangan calon nomor urut kami walaupun sedikit, tapi kami menghargai daulatnya rakyat’,” ujarnya menirukan perkataan saksi Prabowo-Hatta.
Sistem Noken
Sementara itu, KPU (Termohon) menghadirkan seorang ahli, Hasjim Sangadji, yang menjelaskan mengenai sistem noken. Menurut Hasjim, salah satu pengertian noken adalah tempat untuk menyimpan surat-surat yang penting. “Penyelenggaraan Pemilu dengan sistem noken sudah terjadi berpuluh-puluh tahun di Provinsi Papua, tepatnya sejak 1971. Kendati demikian, tidak pernah ada petunjuk kepada penyelenggara di tingkat bawah untuk menggunakan noken,” urai Hasjim.
Dalam salah satu dalil permohonannya, Pemohon mempersoalkan tidak terlaksananya Pilpres di 12 kabupaten daerah pegunungan Provinsi Papua seperti proses Pemilu pada umumnya. Di beberapa kabupaten tersebut, pemilihan dengan menggunakan sistem noken atau sistem Ikat yang tidak sesuai dengan sistem noken pada umumnya.
Pemohon menilai, sistem noken yang dilaksanakan pada Pilpres lalu mendapat intervensi dari penyelenggara Pemilu. Tidak ada musyawarah di tingkat kampung dan distrik di Papua karena intervensi penyelenggara Pemilu dan kepolisian di wilayah tersebut, sehingga dalam praktiknya Termohon sebagai Penyelenggara langsung memberikan suara kepada Capres nomor urut 2.
Sedangkan menurut Hasjim, noken digunakan atas inisiatif dari masyarakat di tingkat bawah, bahkan masyarakat menyediakan noken itu sendiri. KPU provinsi maupun KPU kabupaten, setiap penyelenggaraan Pemilu, selalu menyedikan kotak suara di tempat pemungutan suara.
Hasjim menjelaskan, ada beberapa cara memilih dalam sistem noken. Pertama, mengumpulkan sejumlah anggota masyarakat pemilih di sekitar area TPS, kemudian tokoh masyarakat atau kepala suku meminta suara sejumlah pemilih tertentu dan surat suara tersebut dimasukkan ke dalam noken untuk diberikan kepada pasangan calon yang didahului dengan permusyawaratan kampung.
“Kedua, menggunakan hak pilihnya dengan sistem ikat. Jumlah pemilih di suatu tempat atau kampung tertentu langsung diberikan kepada beberapa pasangan calon menurut jumlah pemilih yang ada dalam daftar pemilih tetap. Ini terjadi di kampung, tidak di TPS,” jelasnya.
Namun, ia tidak menampik adanya masalah dengan penggunaan noken atau sistem ikat tersebut. Bila tidak dihitung oleh KPPS di tiap TPS dan dimasukkan ke dalam Berita Acara setelah pemungutan suara, ada potensi suara pemilih yang sudah ada dalam noken dapat teralih ke calon lain.
Hal tersebut lantaran surat suara dalam noken belum dicoblos untuk calon tertentu. “Ada kalanya noken ini dibawa langsung ke PPS karena kondisi geografis di Papua, kemudian dibuat Berita Acara. Ada yang dibuat di tempat pemungutan suara oleh KPPS, ada yang satu distrik dibuat sekaligus,” terangnya. (Lulu Hanifah/mh)