Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan Termohon untuk mengambil dokumen dari kotak suara yang tersegel untuk dipergunakan sebagai alat bukti dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Namun demikian, pembukaan kotak suara harus dilakukan dengan mengundang saksi dari kedua pasangan calon serta pengawas pemilu (Bawaslu atau panwas) untuk menyaksikan pembukaan dan meminta pengamanan dari Kepolisian. Hasil pembukaan kotak suara tersebut juga harus dituangkan dalam berita acara yang memuat keterangan dokumen apa saja yang diambil.
“Sejak ketetapan ini dikeluarkan, mengizinkan Termohon untuk mengambil dokumen dan seterusnya seperti telah dibacakan tadi, dianggap dibacakan dan disahkan,” demikian ketetapan Nomor 1/PHPU.PRES/XII/2014 ini dibacakan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva pada Jumat (8/8) di Ruang Sidang Pleno MK. Namun demikian, Mahkamah menetapkan bahwa dokumen yang diperoleh dari pembukaan kotak suara tersegel sebelum adanya ketetapan ini akan dipertimbangkan dalam putusan akhir.
Sebelumnya, MK menerima surat dari KPU dengan Nomor 1455/KPU/VIII/2014 bertanggal 4 Agustus 2014 perihal persiapan penyusunan alat bukti PHPU Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, yang diterima Kepaniteraan MK pada Selasa, 5 Agustus 2014. Pada pokoknya, KPU memohon pendapat MK terkait kebijakan KPU yang memerintahkan kepada KPU kabupaten/kota berkoordinasi dengan pengawas pemilu, saksi pasangan calon, dan Kepolisian Negara RI untuk membuka kotak suara tersegel dan mengambil dokumen berupa formulir C-1 Plano, C-1 Folio berhologram, dan salinan C-1 Folio, DPT serta dokumen untuk pembuktian lainnya. Pengambilan dokumen tersebut dimaksudkan dalam rangka pembuktian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Di awal sidang yang berlangsung pada pagi hari, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menanggapi surat KPU perihal persiapan penyusunan alat bukti PHPU presiden dan wakil presiden tahun 2014. Kuasa hukum Prabowo-Hatta dalam kesempatan ini mempermasalahkan perintah KPU kepada jajarannya untuk membuka kotak suara melalui Surat Edaran Nomor 1446/KPU/VII/2014 tanggal 25 Juli 2014. Menurut Didi Supriyanto selaku kuasa hukum Pemohon, hal tersebut tidak dapat dibenarkan menurut hukum. Surat edaran a quo diterbitkan, lanjut Didi, bersamaan dengan waktunya diajukannya permohonan perselisihan hasi pilpres tahun 2014 oleh Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor Nomor Urut 1 kepada Mahkamah Konstitusi.
”Tahapan pilpres tahun 2014 sesungguhnya telah beralih dari penyelenggara pemilu atau KPU ke proses peradilan di Mahkamah Konstitusi. Sehingga pembukaan kotak suara tanpa perintah Mahkamah Konstitusi adalah tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.
Dalil Pemohon tersebut dibantah oleh kuasa hukum Pasangan Calon Nomor Urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla. Henry Yosodiningrat, salah seorang naggota kuasa hukum Joko Widod-Jusuf Kalla menjelaskan, pembukaan kotak suara tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan. Selain itu, pembukaan kotak suara tersebut dilaksanakan untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1 huruf d dan Pasal 2 Peraturan MK Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014.
“Pembukaan kotak suara dapat dibenarkan sepanjang tidak merusak kotak dan dokumen pemungutan suara dan garis miring / mengubah hasil perolehan suara dalam pemilihan umum sebagimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 239, 242, 243 dan 244 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, pembukaan kotak suara dilakukan setelah kordinasi dengan pengawas pemilu, saksi pasangan calon, dan Kepolisian dan dibuatkan berita acara untuk itu,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)