Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diwakili oleh Anggota Komisi III, Harry Witjaksono menyatakan payung hukum yang mengatur izin pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) mutlak diperlukan. Sebab, sifat limbah B3 dapat merusak lingkungan. Hal itu disampaikan Harry pada sidang Pengujian Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimohonkan oleh terdakwa kasus bioremediasi fiktif PT Chevron, Bachtiar Abdul Fatah, Rabu (23/7).
Mengawali paparannya, Harry mengatakan pengelolaan limbah B3 perlu dilakukan secara benar, baik, dan serius. Sebab, limbah B3 memiliki karakteristik yang sangat berbahaya, yaitu antara lain mudah meledak, mudah menyala, reaktif, korusif, infeksius, dan beracun, baik beracun akut maupun kronis atau teratogenik dan mutagenik. Bila limbah B3 tidak dikelola dengan secara baik, benar, dan serius, maka limbah B3 akan membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan hidup yang terpapar limbah B3.
Karena sifatnya yang berbahaya, pengelolaan limbah B3 wajib dilakukan dengan pendekatan prinsip kehati-hatian atau precautionary principle. Prinsip tersebut diterapkan dengan dibentuknya instrumen perizinan. Hal itu dimaksudkan agar pengendalian pada setiap simpul pengelolaan limbah B3, yaitu melalui penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3 dilakukan dengan secara benar sesuai dengan karakteristik limbah B3. “Instrumen perizinan pengelolaan limbah B3 merupakan upaya preventif untuk mencegah risiko terhadap kesehatan manusia dan tercemarnya lingkungan hidup akibat limbah B3 yang dihasilkan,” ujar Harry.
Lebih lanjut, Harry mengatakan perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam, serta kegiatan pembangunan lain. Agar dapat mencegah berbagai kerusakan dan menimbulkan banyak kerugian, setiap orang yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun limbah B3 diwajibkan untuk melakukan pengelolaan B3 sebagai upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup yang berupa terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
“Setiap usaha dan/atau kegiatan terkait limbah B3 diwajibkan untuk mendapatkan izin lingkungan dan/atau izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) terlebih dahulu,” lanjut Harry.
Oleh karena itu, terkait dengan kewajiban memiliki izin pengelolaan limbah B3, sangat tidak mungkin suatu usaha dan/atau kegiatan pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan sebelum terbitnya izin lingkungan dan/atau izin PPLH. Sebab, izin lingkungan dan izin PPLH merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang PPLH.
DPR pun berpandangan bahwa cukup beralasan apabila dalam Pasal 59 ayat (4) UU Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur kewajiban pengelola limbah B3 dalam usaha dan/atau kegiatannya memperoleh izin dari menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Tujuannya, agar pemerintah dan pemangku kepentingan dapat melaksanakan kewajibannya dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan berkelanjutan.
Sementara itu terhadap dalil Pemohon yang menyatakan keberadaan kata “dapat” dalam Pasal 95 ayat (1) UU Pengelolaan Lingkungan Hidup menciptakan ketidakpastian hukum, DPR seperti yang disampaikan Harry menyatakan pasal tersebut merupakan suatu sistem penegakkan hukum satu atap. Dengan kata lain, penegakan hukum dilakukan secara terpadu agar dapat berjalan dengan berkesinambungan, saling mempengaruhi, adanya sinkronisasi gerakan aparatur penegak hukum dalam mewujudkan sebuah proses peradilan. “Penegak hukum lingkungan yang terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah kordinasi menteri negara lingkungan hidup merupakan suatu upaya sungguh-sungguh agar penegakan hukum lingkungan dapat berjalan efektif, efisien, serta berhasil dan berdaya guna,” tegas Harry. (Yusti Nurul Agustin/mh)