Frasa “melalui gubernur” dalam Pasal 109 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) bertentangan dengan konstitusi karena menimbulkan ketidakpercayaan hukum dan berpotensi menimbulkan gejolak.
Hal tersebut disampaikan oleh ahli H.A.S. Natabaya dalam sidang lanjutan uji materi UU Pemda yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva. Dalam Pasal 109 ayat (4), menurut Natabaya, frasa “melalui gubernur” telah menjadi persoalan, yakni terkatung-katungnya pemerintahan, dan tidak adanya pemetaan yang berjalan di daerah. “Karena apa? Karena gubernur itu, kebetulan dia adalah ketua atau anggota dari para partai yang kalah. Apalagi kalau yang bakal diganti itu incumbent,” ujarnya di ruang sidang MK, Jakarta, Senin (14/7).
Lebih lanjut, ketentuan tersebut memberikan jangka waktu selama tiga hari kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mengangkat bupati atau walikota terpilih. “Artinya, gubernur dalam hal ini harus dalam waktu 3 hari dia menyampaikan itu kepada menteri. Karena perintah 3 hari ini, sudah banyak kasus di dalam PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) yang menjadikan persoalan seolah-olah, kalau ini lebih daripada 3 hari, ada cacat hukum di dalam keputusan Presiden,” imbuh mantan hakim konstitusi tersebut.
Dengan kata lain, jangka waktu tiga hari itu pun menimbulkan ketidakpastian hukum. “Sehingga jikapun Mahkamah beranggap pasal ini adalah konstitusional dengan ketentuan sepanjang tidak dilaksanakan dalam tiga hari, maka gugurlah kewenangan dari gubernur untuk mengusulkan bupati atau walikota. Sebab hal ini, sebagaimana kita ketahui sering dijadikan alat daripada pihak-pihak tertentu untuk memperpanjang persoalan di PTUN,” cetusnya.
Implementasi Tidak Tepat
Dalam kesempatan yang sama, pemerintah yang diwakili Plt. Direktur Jenderal Perundang-Undangan Mualimin Abdi berpendapat permohonan pengujian yang dimohonkan terkait dengan masalah implementasi. “Gubernur tidak mau melaksanakan perintah undang-undang tersebut, dalam hal ini gubernur yang tidak mau meneruskan permohonan para Pemohon untuk meneruskan kepada Menteri Dalam Negeri,” ujarnya.
Menurut Pemerintah, norma ketentuan yang dimohonkan untuk diuji tersebut pada prinsipnnya sudah benar, namun dalam implementasinya yang terjadi tidak tepat. Hal tersebut, imbuhnya, merupakan ranah perbuatan melawan hukum yang dapat digugat ke peradilan umum.
Sebelumnya, Pasangan Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Sumba Barat Daya, Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 109 ayat (4) UU Pemda.
Pasal 109 ayat (4) UU Pemda menyatakan:
“Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota diusulkan oleh DPRD kabupaten/kota, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan”.
Pemohon menilai berdasarkan Pasal 109 ayat (4) UU Pemda, DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya telah meneruskan usulan pengesahan pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya terpilih kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Namun menurut Pemohon, Gubernur justru menyerahkan nama Pasangan Calon lain kepada Menteri Dalam Negeri sehingga tidak meneruskan usulan pengesahan dan pengangkatan para Pemohon. Hingga permohonan diajukan, para Pemohon telah tiga kali meminta kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur terkait hal tersebut namun belum juga mendapat tanggapan.
Menurut Pemohon, pelaksanaan Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati Daerah di Tingkat Kabupaten di Kabupaten Sumba Barat Daya dimenangkan oleh para Pemohon sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Daerah di Tingkat Kabupaten oleh KPU Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2013 tanggal 10 Agustus 2013. Kemudian, ditegaskan oleh Putusan MK Nomor: 103/PHPU.D-XI/2013, tanggal 29 Agustus 2013 dengan amar menolak permohonan yang diajukan oleh Kornelius Kodi Mete – Daud Lende Umbu Moto. Kemudian, berdasarkan pada Putusan MK tersebut, KPUD Sumba Barat Daya mengirimkan surat perihal Penyampaian Kelengkapan Administrasi Pasangan Calon Terpilih Bupati Dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya, tertanggal 2 September 2013 kepada DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya.
Hingga permohonan ini diajukan, para Pemohon telah tiga kali meminta kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur untuk meneruskan usul DPRD kepada Menteri Dalam Negeri namun belum juga mendapat tanggapan dari Gubernur Nusa Tenggara Timur tersebut. Untuk itulah, Pemohon meminta MK menyatakan sepanjang frasa “melalui Gubernur” sebagaimana tercantum di dalam Pasal 109 ayat (4) UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (Lulu Hanifah/mh)