Lagi-lagi Undang-Undang (UU) Advokat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, Ismet selaku advokat menggugat ketentuan Izin Beracara Advokat Anggota Kongres Advokat Indonesia (KAI). Sidang perdana perkara Nomor 40/PUU-XII/2014 itu digelar pada Selasa (8/7) di Ruang Sidang Pleno, Lantai 2, Gedung MK.
Dalam permohonannya, Ismet mengaku telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal Pasal 4 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Kedua ketentuan tersebut mengharuskan advokat sebelum menjalankan profesinya wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.
Menurut Ismet ketentuan tersebut merugikan hak konstitusionalnya karena telah menghalang-halangi haknya untuk bekerja sebagai advokat. Sebab, ketentuan tersebut Pemohon merupakan anggota KAI yang tidak dapat bersumpah di Pengadilan Tinggi. Dengan kata lain, ketentuan tersebut telah memaksa Pemohon untuk menjadi anggota PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) terlebih dulu bila ingin disumpah. Karena tidak dapat disumpah, Pemohon tidak dapat menjalankan profesi advokat secara mandiri atau dihalang-halangi untuk beracara di muka pengadilan.
Dalam sidang yang diketuai Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, Ismet menyampaikan kendala yang dihadapinya ketika memegang suatu perkara. “Kadang-kadang ada hakim yang mau menerima perkara saya hanya dengan disumpah oleh organisasi. Tapi ada juga hakim yang maunya saya disumpah oleh Pengadilan Tinggi,” ujar Ismet.
Setelah mendengarkan dalil-dalil Pemohon, Patrialis memberikan saran agar Pemohon menajamkan permohonannya. Karena perkara yang dialami Pemohon berasal dari kasus konkrit, Patrialis mengingatkan Pemohon agar menjelaskan argumentasi kerugian konstitusional yang disebebkan norma tertentu dalam UU Advokat. Patralis pun mengatakan agar Pemohon memikirkan kembali petitum yang diajukan.
“Kalau frasa Pengadilan Tinggi dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar bagaimana bunyi selanjutnya bunyi undang-undang ini. Apakah tidak menjadi masalah baru? Kalau Pengadilan Tingginya ditiadakan lalu mau disumpah di mana dan dengan siapa? Karena ini memang persidangan pertama, kami panel hakim memberikan saran. Jadi mungkin bisa ditinjau kembali petitum permohonan Anda,” saran Patrialis. (Yusti Nurul Agustin/mh)