Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 di Provinsi Papua Barat yang diajukan oleh Partai Golongan Karya (Partai Golkar) dan Partai Demokrat.
Dalam sidang pengucapan putusan yang dipimpin oleh Ketua MK Hamdan Zoelva, Kamis (26/06), dalam pertimbangannya pada perkara nomor 03-05-33/PHPU-DPR-DPRD/XII/2014 ini, Mahkamah menemukan fakta bahwa di Kabupaten Teluk Bintuni terdapat selisih perolehan suara Pemohon (Perseorangan) Partai Golkar untuk pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas nama Irene Manibuy. Pemohon mendalilkan Termohon telah melakukan kelalaian penghitungan suara Pemohon di tingkat TPS, PPS, PPD, dan KPU. Pengurangan suara Pemohon, Irene Manibuy, terjadi di Kabupaten Teluk Bintuni, seharusnya Pemohon memperoleh 32.679 suara, namun menurut Termohon memperoleh 14.583 suara, sehingga terdapat selisih 18.096 suara.
Namun berdasar alat bukti rekaman yang diajukan KPU, ditemukan fakta bahwa perubahan suara sebanyak 32.679 muncul setelah pleno penetapan di Kabupaten Teluk Bintuni tanggal 23 April 2014 karena adanya paksaan, intervensi dari Pemohon kepada penyelenggara, khususnya Ketua KPU Teluk Bintuni. Bentuk intervensi tersebut berupa tindakan Pemohon yang selalu memantau dan mendatangi KPU.
Oleh karena merasa tertekan, Ketua KPU Teluk Bintuni memanggil Kasubag Hukum supaya mensiati suara Pemohon yang rasional. Kemudian Pemohon yang sebenarnya memperoleh 14.583 suara, diubah menjadi 32.679 suara yang dilakukan di Manokwari.
Selain itu bedasar alat bukti yang diajukan oleh KPU ditemukan fakta bahwa Ketua KPU Teluk Bintuni bersedia melakukan rekayasa perolehan suara Pemohon karena adanya janji-janji apabila dapat menaikkan suara Pemohon atau dapat menaikkan prosentasi akan diberikan imbalan Rp. 100 juta Rekayasa perubahan suara Pemohon ditandatanganii oleh KPU Teluk Bintuni (Ketua dan Anggota) dan saksi-saksi parpol yang difasilitasi oleh Pemohon, yaitu dari Nasdem, Golkar, PPP, PKB, PKPI, dan Gerindra .
Berdasarkan fakta hukum tersebut, Mahkamah meyakini telah terjadi penambahan perolehan suara Pemohon sebagaimana pengakuan Ketua KPU Kabupaten Teluk Bintuni tersebut di atas. Sekalipun perolehan suara Pemohon tersebut sah ditandatangani oleh Termohon dan saksi-saksi partai politik, namun oleh karena perolehan suara Pemohon diperoleh dengan cara yang tidak benar (manipulasi) maka menurut Mahkamah perolehan suara Pemohon di Teluk Bintuni sebanyak 32.679 suara adalah tidak sah.
Terhadap permohonan Partai Demokrat yang juga menggugat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 411/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014, bertanggal 9 Mei 2014, untuk pengisian keanggotaan DPRD Provinsi Papua Barat, melingkupi Daerah Pemilihan Papua Barat 1 dan 2, serta untuk pengisian DPRD Kabupaten Raja Ampat pada Dapil Raja Ampat 3, Mahkamah menilai permohonan pemohon kabur dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan pertimbangan tersebut Mahkamah memutus tidak dapat menerima permohonan pemohon. (Ilham/mh)