JAKARTA, HUMAS MKRI – Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Aswanto menutup secara resmi kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020 bagi Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual pada Kamis (26/11/2020) sore.
“Kami mengucapkan puji dan syukur atas Rahmat Allah SWT sehingga sampai hari ini kita tetap dalam keadaan sehat, dapat beraktivitas dalam Bimtek Hukum Acara Perselisihan Hasil Pilkada Serentak. Ucapan terima kasih kepada Plt. Kapusdik Pancasila dan Konstitusi serta pegawai Pusdik yang menyelenggarakan bimtek dengan baik, para pejabat di Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK, Presiden DPP KAI beserta segenap jajaran. Penghargaan setinggi-tingginya juga diberikan kepada para peserta bimtek meski hadir secara daring,” kata Aswanto.
Baca Juga:
Ketua MK: Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada Wujud Kedaulatan Rakyat
Aswanto yakin, berbagai materi yang disampaikan para narasumber dapat menjadi bekal para peserta bimtek ketika menjadi kuasa hukum saat sidang perselisihan hasil pilkada. Baik sebagai kuasa Pemohon, kuasa Pihak Terkait, atau menjadi kuasa Termohon (KPU).
“Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak yang ikut bimtek ini, tidak tertutup kemungkinan pada saat penanganan sengketa hasil pilkada, berada pada posisi yang berhadap-hadapan. Saya tidak ingin menggunakan diksi berlawanan. Berhadap-hadapan dalam arti sebagai kuasa Pemohon akan mengemukakan dalil-dalil dan bukti-bukti bahwa apa yang ditetapkan KPU adalah keliru. Kepada kawan-kawan yang menjadi kuasa Termohon akan menyampaikan argumentasi beserta bukti-bukti. Demikian juga dengan kuasa Pihak Terkait akan menyampaikan dalil-dalil dengan didukung bukti-bukti. Itulah gambaran yang akan terjadi saat persidangan sengketa hasil pilkada,” urai Aswanto.
Persentase Selisih Suara
Lebih lanjut Aswanto menanggapi Pasal 158 UU No. 10/2016. Pasal tersebut menegaskan bahwa para pihak yang bisa mengajukan permohonan sengketa hasil ke MK adalah mereka yang mempunyai persentase selisih suara tidak melebihi apa yang ditentukan dalam Pasal 158 UU a quo. Saat ini, kata Aswanto, dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 6 Tahun 2020 ada pergeseran terkait persentase selisih suara yang ditetapkan MK untuk mengajukan permohonan sengketa hasil.
“Kami tidak menegasikan Pasal 158. Kalau Pasal 158 tidak terpenuhi, maka amar putusannya adalah tidak dapat diterima. Karena persyaratan formil tidak terpenuhi. Berbeda pada penanganan sengketa sebelumnya diselesaikan di awal pemeriksaan perkara. Kami bersepakat bahwa untuk menentukan presentase yang ditentukan oleh KPU itu benar, kami harus betul-betul memeriksa secara serius bukti dan dalil Pemohon, Termohon, Pihak Terkait serta keterangan Bawaslu. Mahkamah Konstitusi berusaha untuk memberikan keadilan yang substantif,” papar Aswanto.
Baca Juga:
Hakim Konstitusi Bekali Advokat Tata Beracara Sengketa Pilkada
Apa yang ditentukan dalam Pasal 158 UU No. 10/2016 sudah merupakan hasil, karena hakikat kewenangan MK adalah sengketa hasil. Mahkamah menegaskan akan tetap memeriksa permohonan, sekalipun permohonan tidak memenuhi persyaratan persensante selisih suara yang ditentukan dalam Pasal 158 tersebut. MK itu bukan Mahkamah Kalkulator. MK mau memberikan keadilan yang substantif. “Oleh karena itu, kami akan periksa semua yang berkaitan dengan perolehan suara,” tegas Aswanto.
MK Ikut Sukseskan Pilkada Serentak
Sementara Plt. Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Imam Margono menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT bahwa dalam situasi pandemi Covid-19, Mahkamah Konstitusi masih dapat menyelenggarakan kegiatan bimtek.
“Alhamdulillah seluruh kegiatan Bimtek Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020 bagi Kongres Advokat Indonesia (KAI) dapat berjalan dengan lancar dan sore ini kita dapat mengikuti penutupan bimtek dalam keadaan sehat, tidak kurang satu apa pun,” ucap Imam.
Dikatakan Imam, berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota disebutkan bahwa perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
“Dengan adanya tambahan kewenangan ini, Mahkamah Konstitusi mempunyai fungsi sebagai badan peradilan pemilihan gubernur, bupati, walikota pada tahap akhir. Sehubungan dengan kewenangan tambahan tersebut, Mahkamah Konstitusi ikut memiliki andil dalam rangka menyukseskan pelaksanaan pemilihan kepala daerah tahun 2020,” tandas Imam.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
https://youtu.be/56mKe2YykjY