JAKARTA, HUMAS MKRI – Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) kembali diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sejumlah advokat mengajukan permohonan pengujian materiil antara lain Pasal 6, Pasal 17 angka 16, Pasal 24 angka 44, Pasal 25 angka 10, Pasal 27 angka 14, Pasal 34 angka 2, Pasal 41 angka 25, Pasal 50 angka 9, Pasal 52 angka 27, Pasal 82 angka 2 UU Cipta Kerja. Para advokat tersebut yaitu Ignatius Supriyadi (Pemohon I), Sidik (Pemohon II), Janteri (Pemohon III) yang secara langsung melakukan pendaftaran ke Gedung MK pada Jumat (20/11/2020) siang yang diterima oleh petugas penerimaan berkas permohonan, Syamsudin Noer.
Sebagai advokat, para Pemohon menjalankan pemberian jasa hukum kepada klien sebagaimana dimaksud dan ditentukan dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Bahwa UU Cipta Kerja dibentuk dalam rangka untuk mewujudkan tujuan pemerintah negara Indonesia dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.
Para Pemohon menilai ada ketidakjelasan norma atau rujukan aturan lain dalam materi muatan pasal UU Cipta Kerja yang dimohonkan pengujiannya tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para Pemohon, sehingga hak konstitusional para Pemohon atas pengakuan, jaminan dan kepastian hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud dalam penalaran yang wajar, dapat dipastikan telah terjadi akibat berlakunya pasal-pasal yang diuji. Oleh karena itu, secara jelas dan nyata terdapat hubungan sebab akibat antara kerugian konstitusional yang diderita para Pemohon dengan berlakunya pasal-pasal yang diuji.
Merujuk Pasal atau Ayat yang Salah
Mengenai alasan permohonan, menurut para Pemohon, materi muatan pasal-pasal yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya tersebut, selain merujuk pada pasal atau ayat yang salah, juga mengandung substansi yang tidak jelas, sehingga menimbulkan ketidakpastian atau kerancuan hukum. Padahal materi muatan dalam ketentuan undang-undang harus dirumuskan secara pasti, jelas, dan tegas.
Oleh karena itu, kesalahan-kesalahan perujukan atau substansi yang tidak jelas, pasti dan tegas dalam pasal-pasal UU Cipta Kerja dapat menjauhkan dari tujuan mulia yang hendak dicapai dan diwujudkan dari pembentukan UU Cipta Kerja yaitu kesejahteraan rakyat.
Dalam pemahaman para Pemohon, peraturan pelaksanaan yang diamanatkan untu dibuat dalam UU Cipta Kerja bersifat lintas sektoral. Materi muatan UU Cipta Kerja mencakup segala aspek
materi perundang-undangan, sehingga UU Cipta Kerja sekaligus mengubah atau menambahkan atau menghapuskan ketentuan dalam suatu undang-undang atau bahkan membatalkan suatu undang-undang.
Para Pemohon mencatat, tidak kurang dari 15 kementerian harus mempersiapkan peraturan pelaksanaan yang diperintahkan dalam UU Cipta Kerja. Sebagai contoh, Kementerian Kelautan dan Perikanan harus menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah pada sektor kelautan dan perikanan. Kementerian Dalam Negeri harus menyusun rancangan Peraturan Pemerintah tentang perizinan dan berusaha di daerah.
Kondisi yang sedemikian itu mendorong para Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi agar dapat melakukan pemeriksaan cepat atas permohonan para Pemohon. Hal ini dimaksudkan agar sebelum peraturan pelaksanaan diundangkan, Mahkamah Konstitusi telah memberikan putusan dalam perkara ini, sehingga materi muatan norma yang tidak jelas sebagaimana dimohonkan untuk dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 secara konstitusional bersyarat tidak terulang kembali dalam peraturan pelaksanaannya.
Bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945
Di hari yang sama, Jumat 20 November 2020, MK juga menerima permohonan uji materiil dalam materi UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang bertentangan dengan tujuan membentuk pemerintah negara Indonesia yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
Para Pemohon adalah Muchtar Pakpahan dan Vindra merupakan perorangan dan Dewan Pengurus Pusat Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP KSBSI). Para Pemohon mengajukan empat tema sebagai alasan yang membuktikan bahwa materi UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan tujuan pembentukan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Adapun keempat alasan permohonan, pertama terkait penempatan kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam UU No. 11 Tahun 2020. Kedua, pengaturan Bab IV tentang Ketenagakerjaan bertentangan dalam Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945. Ketiga, Ketentuan Peralihan Pasal 181 UU No. 11 Tahun 2020 memberi ketidakpastian hukum. Keempat, ketidakcermatan pada Pasal 6 dan Pasal 5 UU Cipta Kerja dapat menimbulkan multitafsir yang melemahkan salah satu fungsi hukum memberi kepastian hukum. (*)
Penulis : Nano Tresna Arfana
Editor : Lulu Anjarsari