JAKARTA, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memberikan ceramah kunci dalam kegiatan Jambi Law Fair 2020, pada Jumat (20/11/2020) secara virtual. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Universitas Jambi.
Dalam kegiatan tersebut, Anwar menyampaikan materi yang bertema “Menatap Masa Depan Hukum di Indonesia Pasca-Pandemi COVID-19”. Mengawali materinya, Anwar mengatakan bahwa perubahan UUD 1945 yang terjadi di Indonesia pada 1999 – 2002, merupakan pondasi yang tepat untuk membangun peradaban dan ketatanegaraan Indonesia, menuju negara hukum yang konstitusional. Ia mengatakan, Konstitusi sebagai hukum dasar negara (the supreme law of the land), haruslah menjadi landasan dan pedoman bagi seluruh elemen negara dalam menjalankan roda organisasi bernegara.
“Tidak boleh ada excuse atau alasan apapun dalam menaati konstitusi. Jika konstitusi tidak ditaati, maka pondasi negara akan rapuh, mengingat bahwa konstitusi merupakan hukum dasar negara. Sebaliknya, jika konstitusi menjadi pegangan teguh dalam penyelenggaraan negara, maka kokohlah pondasi negara,” jelas Anwar.
Dikatakan Anwar, ketika sedang dilanda musibah pandemi COVID-19, sebagaimana juga dialami berbagai negara, di berbagai belahan dunia, Konstitusi sebagai hukum dasar tetap harus menjadi pegangan bagi setiap penyelenggara negara. Justru di tengah kondisi pandemi COVID-19, atensi dan intensi penyelenggara negara dalam menegakkan konstitusi sebagai hukum dasar harus lebih ditingkatkan. “Karena dalam kondisi pandemi COVID-19, rakyat membutuhkan perlindungan dari penyelenggara negara, agar wabah yang terjadi tidak sampai memakan korban dan kerugian yang lebih besar,”ujarnya.
Lebih lanjut Anwar menegaskan, salah satu materi muatan utama dalam konstitusi sebagai hukum dasar adalah perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara. Sehingga dalam kondisi pandemi COVID-19, justru banyak hak-hak konstitusional warga negara yang harus dilindungi. Komponen yang utama dan pertama untuk melindungi hak konstitusional warga negara, adalah penyelenggara negara. Hal tersebut jelas tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-empat, tentang cita dan tujuan dibentuknya suatu pemerintahan negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia. “Artinya, tidak ada tafsir lain dari tujuan dibentuknya pemerintahan suatu negara, selain bertujuan untuk melindungi setiap warga negaranya dalam kondisi apapun, dan terhadap siapapun yang dapat merugikan hak-hak konstitusionalnya sebagai warga negara,” jelasnya.
Berdampak Besar
Menurut Anwar, persoalan pandemi COVID-19, bukanlah suatu persoalan yang mudah, dan hanya memiliki dampak kecil. Persoalan pandemi COVID-19, memiliki dampak yang luas dan merasuk ke berbagai sendi kehidupan. Dalam kondisi normal saja, tanpa adanya suatu wabah penyakit yang bersifat pandemi, penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh negara, merupakan suatu persoalan yang sangat rumit dan pelik. Besarnya dampak pandemi COVID-19 ke berbagai sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik hal itu dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, pertahanan dan keamanan, pengetahuan dan teknologi, dan lain sebagainya yang tentu mencakup banyak aspek yang begitu luas dan kompleks.
“Dalam aspek hukum saja, jika akan ditelesik sedemikian dalam, banyak aspek hukum dari berbagai cabang ilmu hukum yang juga tidak kalah rumitnya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, dan sesuai dengan bidang kewenangan MK sebagai pengawal demorkasi, serta sesuai dengan kondisi faktual, maka salah satu topik yang relevan untuk diuraikan dalam kesempatan ini adalah, terkait penyelenggaraan pilkada serentak,” ujar Anwar.
Selain itu, Anwar juga mengatakan, pemenuhan hak-hak demokrasi bagi rakyat adalah kewajiban negara untuk melaksanakannya. Meskipun, pemenuhan hak konstitusional warga negara dalam berdemokrasi, senantiasa mengalami ujian dan tantangan yang selalu berbeda.
“Kita memang telah memiliki pengalaman sejak tahun 2005 untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung, dan kita juga memiliki pengalaman dalam melaksanakan pilkada secara serentak sejak tahun 2015, hingga tahun 2018. Namun, pelaksanaan pilkada serentak pada tahun 2020 ini, tentu memiliki tantangan yang tidak biasa, yaitu wabah pandemik COVID-19, yang tidak hanya dialami oleh kita, tetapi juga terjadi di berbagai negara,” urainya.
Anwar menyebut, kondisi pandemi COVID-19 yang dialami saat ini juga melahirkan tanggung jawab negara kepada warga negaranya, yaitu dalam bidang kesehatan. Dalam Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan negara bertanggung jawab untuk penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dimaksud. Padahal untuk memenuhi hak kesehatan sebagai dimaksud dalam ketentuan UUD 1945 tersebut, bukanlah persoalan yang mudah untuk mewujudkannya.
Dilematis
Saat ini, sambung Anwar, jika kondisi pandemi COVID-19 dihadapkan dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, tentu mengalami kondisi yang sangat dilematis. Pada satu sisi, negara berkewajiban untuk memenuhi hak-hak konstitusional warga negara dalam berdemokrasi, namun pada sisi yang lain, negara juga dihadapkan dengan kondisi untuk melaksanakan protokol kesehatan, demi tidak semakin menyebar dan meluasnya wabah COVID-19 di masyarakat.
“Pelaksanaan protokol kesehatan tersebut, juga merupakan bagian dari pemenuhan hak kesehatan masyarakat, sesuai dengan amanat konstitusi. Tantangan dan pilihan dalam melaksanakan pilkada serentak tahun 2020 ini memang terasa berat. Bahkan penundaan pelaksanaan pemungutan suara pilkada serentak yang semula akan dilaksanakan pada tanggal 23 September 2020, telah diubah menjadi 9 Desember 2020,” papar Anwar.
Anwar menegaskan, keputusan untuk tetap melaksanakan Pilkada Serentak 2020 telah ditetapkan oleh pemerintah dan DPR. Oleh karena itu, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ini harus dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Tentu akan banyak penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan, di dalam setiap tahapan pelaksanaan pilkada serentak yang akan dilakukan, termasuk proses penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi. “Tentu kita memahami, penyesuaian-penyesuaian tahapan pelaksanaan pilkada serentak, serta penyelesaian perselisihannya, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, meski juga bukan berarti hal yang tidak mungkin untuk dilaksanakan,” ucap Anwar.
Menurut Anwar, terdapat tiga negara yang dianggap sukses dalam menyelenggarakan pemilu ditengah pandemi yakni Korea Selatan, Mongolia dan Srilanka. Meski contoh-contoh negara tersebut, tidak sebanding jika mau dibandingkan dengan negara Indonesia yang memiliki kondisi geografis, jumlah penduduk dan pemilih, serta berbagai hal lainnya, tetapi ia tetap ingin berbaik sangka serta mengajak rakyat Indonesia untuk tetap berikhtiar yang terbaik bagi bangsa dan negara, agar pilkada serentak pada tahun 2020 ini, dapat diselenggarakan dengan sukses.
“Oleh karena itu saya berkeyakinan, jika setiap ikhtiar yang kita lakukan didasari dengan niat untuk melaksanakan pemenuhan hak-hak konstitusional setiap warga negara, serta telah bersungguh-sungguh dalam mengusahakannya, maka usai sudah kewajiban kita sebagai manusia untuk berusaha. Tentu kita semua menyadari dan memahami, bahwa setiap pilihan pasti tidak akan ada yang sempurna,” ujar Anwar.
Anwar juga menyampaikan bahwa kondisi pandemi COVID-19 ini, seharusnya menjadi musuh nyata bersama yang mempersatukan bangsa, baik sebagai sebuah bangsa, atau sebagai warga dunia. Karena kondisi pandemi COVID-19 adalah sebuah tragedi kemanusiaan (human tragedy) yang merugikan semua umat manusia tanpa terkecuali. Oleh karena itu, tidak ada alasan apapun seharusnya untuk tidak saling berangkulan dan bergandengan tangan, di dalam mewujudkan tegaknya hukum dan konstitusi, demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. (*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari