JAKARTA, HUMAS MKRI – Advokat memegang peranan penting dalam penegakan hukum dan keadilan. Profesi advokat adalah profesi yang luar biasa, bahkan melebihi profesi penegak hukum lainnya. “Advokat juga sangat menentukan tegaknya hukum dan keadilan, ketika advokat beracara memberikan bahan-bahan, alasan-alasan di depan sidang sesuai fakta yang sebenarnya.”
Demikian pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat bertindak sebagai narasumber dalam acara Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Peradi Cabang Malang Raya pada Jum’at, (23/10/2020) di Gedung Kuliah Bersama Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur.
Namun sebaliknya, kata Anwar, ketika fakta-fakta, keterangan saksi, dan bukti yang disampaikan oleh advokat tidak benar, maka juga akan berpengaruh kepada hakim yang akhirnya membuat putusan yang salah. Pria kelahiran Bima itu mengatakan, advokat harus menguasai hukum acara formil dan materil, sehingga advokat bisa menjangkau semua lini lembaga peradilan.
Lebih lanjut, dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Peradi Cabang Malang Raya bekerja sama dengan Fakultas Hukum UMM itu, Anwar memaparkan tentang MK sebagai lembaga negara yang lahir dari hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Kepada 53 peserta yang hadir, Anwar menjelaskan kewenangan MK yakni memutus untuk tingkat pertama dan terakhir untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD. Diungkapkan olehnya, banyak masyarakat yang mengajukan pengujian bahkan sebelum suatu undang-undang diundangkan.
Kewenangan MK berikutnya adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Saat ini MK diberi kewenangan tambahan untuk memutus perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.
“Kemudian ada satu lagi menyangkut kewajiban MK, yaitu MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat, mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD,” ujarnya.
Dengan adanya rumusan ketentuan itu, pemakzulan presiden tidak lagi seperti sebelum amandemen UUD, sehingga harus ada putusan lembaga peradilan terlebih dahulu, yakni MK. Dalam waktu tiga bulan MK bersidang untuk memutuskan apakah tindakan Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melanggar konstitusi atau tidak. Putusan MK tersebut selanjutnya dibawa ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk diputus dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh dua per tiga anggota MPR, dan disetujui oleh tiga per empat dari anggota MPR yang hadir.
Anwar juga menjelaskan mengenai tata cara beracara di MK yang berbeda dengan beracara di peradilan umum. Jika di peradilan umum saksi tidak boleh saling bertemu, maka di MK ahli atau saksi dapat bertemu di satu ruang sidang. Oleh karena itu, Anwar mengingatkan pentingnya memahami hukum acara MK.
Saat sesi tanya jawab, muncul pertanyaan dari peserta ikhwal UU Cipta Kerja. Anwar menegaskan dirinya tidak dapat menjawab hal itu, karena secara etik seorang Hakim Konstitusi dilarang membahasnya dimana semua UU berpotensi diuji ke MK.
Penulis: Hendy Prasetya.
Editor: Nur R.