JAKARTA, HUMAS MKRI - Penjualan saham anak perusahaan kepada pihak lain bukanlah bentuk dari privatisasi karena yang dijual adalah saham anak perusahaan dan bukan saham Persero. Demikian keterangan yang disampaikan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (Sesmen BUMN) Susyanto selaku wakil dari Pemerintah dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (14/10/2020). Permohonan yang teregistrasi Nomor 61/PUU-XVIII/2020 ini diujikan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Pemohon mendalilkan aturan mengenai privatisasi BUMN sebagaimana tercantum dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN bertentangan dengan Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD 1945.
“Penjualan saham anak perusahaan kepada pihak lain bukan merupakan privatisasi karena yang dijual adalah bukan saham perseroan. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 12 UU BUMN yang menyatakan ‘Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan ki nerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham olehmasyarakat’. Maka kelangsungan bisnis (PT Pertamina Persero) tidak akan terancam dengan penjualan saham anak perusahaan PT Pertamina Persero,” jelas Susyanto di hadapan sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman tersebut.
Lewati Pengkajian
Susyanto pun menegaskan kelangsungan bisnis PT Pertamina Persero tidak terancam dengan adanya penjualan saham anak perusahaan karena semua didasarkan pada kajian dan telaah mendalam. Tujuannya untuk meningkatkan kinerja anak perusahaan tersebut, yang secara langsung juga mendukung kemajuan perusahaan induk. Hal yang perlu diperhatikan pula oleh Pemohon, sambungnya, bahwa penjualan anak perusahaan ini tidak sebatas untuk keuntungan swasta, tetapi tetap memperhatikan kemakmuran masyarakat secara luas.
“Seandainya dilakukan penjulan maka telah ada pengkajian yang pada akhirnya bertujuan meningkatkan nilai anak perusahaan dan mendukung usaha PT Pertamina. Sehingga secara langsung dan tidak langsung hal ini pun akan berdampak pada peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dalam pernyataan Pemohon yang menyatakan telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan mendasarinya pada hal ini tentu hanyalah asumsi yang tidak berdasar,” jelas Susyanto dalam sidang secara virtual tersebut.
Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat bahwa berdasarkan upaya peningkatan efisiensi suatu perusahaan BUMN dapat dilakukan dengan restrukturisasi dan privatisasi. Susyanto menambahkan proses restrukturisasi dilakukan melalui holding BUMN, yakni dengan mengalihkan kepemilikan negara pada satu atau lebih BUMN menjadi tambahan modal saham negara pada suatu BUMN lainnya sehingga BUMN tersebut menjadi induk perusahaan. Sedangkan privatisasi, bukan dimaknai semata-mata menjual perusahaan karena tidak semua BUMN dapat diprivatisasi.
Baca juga: Menyoal Konstitusionalitas Privatisasi Anak Perusahaan Pertamina
Syarat Privatisasi BUMN
Susyanto meneruskan bahwa BUMN yang akan diprivatisasi adalah perusahaan yang tidak termasuk dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan sektoral yang ditetapkan Menteri dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau kesepakatan Pemerintah dan DPR sehingga Menteri BUMN tidak dapat menetapkan semena-mena privatisasi dari sebuah BUMN. Untuk membedakan BUMN yang dapat dan tidak diprivatisasi, maka harus dipedomani pula ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU BUMN yang menyatakan, “(1) Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria: a. industri/sektor usahanya kompetitif; atau b. industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah.”
“Dapat disimpulkan BUMN yang merupakan induk perusahaan tempat Pemohon bekerja adalah BUMN yang bergerak dalam usaha yang kompetitif yang diatur dalam Pasal 76 UU BUMN. Sehingga tidak relevan lagi ketika Pemohon menginginkan tambahan norma ke dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN, namun pada kenyataannya perusahaannya masuk pada ketentuan Pasal 76 UU BUMN tersebut. Dengan demikian, Pemerintah berkesimpulan ketentuan dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN tidak dapat diperlakukan terhadap penjualan saham anak perusahaan,” jelas Susyanto.
Bukan BUMN
Selanjutnya, Susyanto menyatakan antara kerugian yang didalilkan Pemohon dengan keberlakukan norma a quo tidak mempunyai hubungan sebab akibat karena ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 yang dijadikan landasan pengujian telah mengamanatkan hak menguasai dan mengatur atas cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak diberikan pada negara, sedangkan perusahaan Pemohon bukanlah BUMN karena hanya anak perusahaan Persero yang tunduk pada pengaturan mengenai PT Pertamina.
Di samping itu, kerugian yang didalilkan Pemohon juga tidak bersifat spesifik karena ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 tidak diperuntukkan dalam menjamin kesejahteraan hidup bagi warga negara. Semestinya Pemohon menyatakan hal ini dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara berhak atas kehidupan yang layak. “Maka tidak pada tempatnya bahwa ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN menyebabkan kehidupan keluarga tidak sejahtera akibat keberlakukan norma ini,” terang Susyanto.
Untuk diketahui, menurut Pemohon, Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN mengatur mengenai larangan terhadap perusahaan persero yang bidang usahanya diatur dalam pasal a quo untuk diprivatisasi. Pemohon berdalih, PT Pertamina (Persero) merupakan perusahaan persero yang berdasarkan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina Nomor 27 tanggal 19 Desember 2016 memiliki kegiatan usaha di bidang penyelenggara usaha energi sehingga termasuk perusahaan persero yang dilarang untuk diprivatisasi berdasarkan ketentuan Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN. Bisnis PT Pertamina (Persero) terintegrasi dari hulu ke hilir yaitu mulai proses hulu/eksplorasi/upstream, pengolahan/kilang/refinery, pemasaran/trading, dan distribusi/transportasi/perkapalan.
Diungkapkan Pemohon, Pemerintah dalam rangka strategi menguatkan daya saing, peningkatan nilai, perluasan jaringan usaha dan kemandirian pengelolaan BUMN dapat membentuk perusahaan induk BUMN/Perusahaan Grup/Holding Company. Salah satu tindakan nyatanya adalah membentuk dan menetapkan Subholding dan Anak Perusahaan PT Pertamina (Persero) sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Direksi Pertamina (Persero) Nomor Kpts-18/C00000.2020-SO tentang Struktur Organisasi Dasar PT. Pertamina (Persero), yaitu Subholding Upstream, Refining, Petrochemical, Comercial, Trading, Gas, Power NRE, dan Shipping Co. Privatisasi telah direncanakan oleh pemerintah yang akan melakukan Initial Public Offering (IPO) kepada anak dan cucu usaha PT. Pertamina Persero di level subholding.
Sebelum menutup persidangan, Ketua MK Anwar Usman menyatakan sidang selanjutya akan digelar pada Senin, 9 November 2020 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengar Keterangan DPR dan Pihak Terkait, yakni PT Pertamina. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari
Humas: Annisa Lestari