JAKARTA, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjadi narasumber Webinar “Momentum Revolusi Mahasiswa dengan Rasa Empati dalam Asa Gotong-Royong”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Student Day Iustitia 2020 Fakultas Hukum Universitas Udayana pada Minggu (13/9/2020) pagi. Arief menyajikan materi “Peran Aktif Mahasiswa sebagai Agen Penerus Bangsa dalam Bingkai Pancasila demi Merajut Persatuan dan Kesatuan Bangsa”.
“Kita sudah sepakat dan diwarisi The Founding Fathers suatu ideologi dan dasar negara yang luar biasa yaitu Pancasila yang diterapkan dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita yang bergerak di bidang hukum, termasuk adik-adik sekalian sebagai mahasiswa baru yang mulai belajar ilmu hukum, yang harus dipelajari adalah hukum dalam konteks ideologi dan dasar negara Pancasila,” kata Arief mengawali pertemuan.
Arief melanjutkan, negara hukum Indonesia berbeda dengan negara-negara hukum lainnya yang mempraktikkan hukum berdasarkan ideologi dan dasar negara masing-masing. Ada negara yang menganut ideologi liberal dan sebagainya. Tapi negara hukum Indonesia harus berdasarkan landasan filosofi, ideologi dan dasar negara yaitu Pancasila.
“Kenapa Pancasila paling cocok dipraktikkan di Indonesia? Saya melihat kondisi rakyat Indonesia secara empirik merupakan kondisi yang sangat beragam. Pancasila tidak membedakan ras, mayoritas dan minoritas, bahasa dan lainnya. Semua warga negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan. Masyarakat Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang, untuk bisa memajukan dirinya di negara Indonesia tanpa terkecuali,” papar Arief.
Terkait pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, Arief melihat secara nyata adanya situasi kohesi sosial Indonesia agak berkurang dan melemah, baik di bidang sosial, politik, keagamaan dan sebagainya. Hal itu semua menurut Arief sebagai akibat faktor eksternal maupun faktor internal. Di era kekinian, penjajahan yang banyak terjadi bisa dari aspek ekonomi, hukum, dan lainnya. Infiltrasi dan intervensi terhadap suatu negara sering terjadi. Termasuk terhadap Indonesia karena memiliki kekayaan sumber daya alam yang potensial.
“Peperangan yang terjadi saat ini tidak secara fisik, tapi peperangan menggunakan media-media yang luar biasa. Termasuk melalui media sosial yang berpengaruh membentuk opini publik. Situasi kohesi sosial di Indonesia bisa melemah akibat infiltrasi ideologi-ideologi trans-nasional untuk melemahkan kohesi sosial Indonesia,” urai Arief.
Dikatakan Arief, yang terjadi sekarang banyak berita hoax, ujaran kebencian yang bersifat memojokkan pihak lain yang disebarkan media-media sosial dari dalam maupun luar negeri. Hal inilah kondisi nasional yang harus diwaspadai. Oleh karena itu, Atief berharap kepada para mahasiswa agar tidak terpengaruh dengan media-media sosial yang menyebarkan berita-berita negatif. Para mahasiswa harus melakukan check and recheck terhadap pemberitaan media sosial.
“Para mahasiwa diharapkan bisa menjadi orang-orang Indonesia yang mampu menyebarluaskan melalui media sosial, berita-berita yang sudah tervalidasi, mengandung kebenaran, yang melakukan aktualisasi, membumikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ruang-ruang virtual publik bisa diisi mahasiswa, bagaimana di era milineal ini mahasiswa mampu berperan serta melalui media sosial menyebarluaskan informasi bagaimana Indonesia yang baik, bagaimana Indonesia ke depan, yang memperkuat persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” ungkap Arief.
Gotong Royong Saat Pandemi
Situasi pandemi Covid-19 yang dialami bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lain, lanjut Arief, bisa menjadi momentum untuk bersatu menghadapi pandemi. Semangat gotong royong merupakan nilai-nilai kebersamaan khas Indonesia yang harus dibangun. Menurut Arief, kohesi sosial Indonesia akan semakin melemah, jika tidak ada semangat kegotongroyongan, kebersamaan masyarakat Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19.
“Tidak membedakan agama, ras, suku, kita bersatu menghadapi pandemi Covid-19. Dengan bergotong royong, kebersamaan dalam kemajemukan yang diwadahi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, saya yakin kita akan mampu keluar dari situasi yang sangat kritis ini,” tegas Arief.
Hal lain, Arief mencermati di masa sekarang masih banyak pakar hukum, pemerhati hukum dan praktisi hukum belum mempunyai kesamaan persepsi mengenai hukum yang harus dibangun di Indonesia. Banyak tulisan-tulisan yang malah menalurikan, menjabarkan, meneruskan ide-ide berhukum secara liberal, yang didominasi oleh common law system dan civil law system. Negara hukum yang dipraktikkan di Indonesia harus bercirikan, berwatak sesuai dengan ideologi dan dasar negara Pancasila, harus membangun sistem hukum Pancasila. Demikian pula demokrasi di Indonesia, harus dibangun menurut demokrasi Pancasila.
Dalam acara daring ini, Arief juga menyinggung kewenangan utama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai salah satu kekuasaan kehakiman untuk melakukan judicial review demi menjaga konsistensi, koherensi, korespondensi suatu undang-undang agar tidak dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan ideologi dasar negara Pancasila.
Dijelaskan Arief, undang-undang adalah proses kristalisasi dari pergulatan kepentingan politik di lembaga-lembaga perwakilan Indonesia. Sejauhmana suatu undang-undang memiliki konsistensi, koherensi dan korespondensi atau bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila, akan dinilai oleh MK saat sidang pengujian undang-undang.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.