JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Kamis (3/9/2020) di Ruang Sidang Pleno MK.
Ketua MK Anwar Usman selaku pemimpin sidang menyampaikan bahwa agenda persidangan adalah mendengarkan keterangan Ahli dan Saksi dari Pemohon. “Agenda persidangan untuk perkara 41/PUU-XVIII/2020 untuk mendengar ahli pemhon dan saksi pemohon. Namun menurut keterangan Kepaniteraan, keterangan dan cv dari ahli dan saksi baru diterima kemarin. Padahal pada sidang yang lalu dan sidang-sidang sebelumnya diberitahu bahwa keterangan tertulis dan cv diterima dua hari sebelum sidang,” ujar Anwar.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Pemohon, Heru Widodo menjelaskan hal tersebut terjadi dikarenakan adanya kendala teknis. “Kami mohon maaf karena terkendala teknis dengan sangat terpaksa kami mengajukan satu hari sebelumnya. Namun sekiranya ada kebijakan dari Yang Mulia Majelis kami sudah menghadirkan dua ahli,” jelasnya.
“Berdasarkan musyawarah Majelis Hakim, karena perlu mempelajari dan mendalami keterangan tertulis para ahli dan saksi, maka keterangan tersebut didengar pada sidang yang akan datang yakni Selasa, 22 September 2020 pukul 11.00 wib,’ tegas Anwar.
Baca Juga…
Terbebani Tagihan Pajak Perseroan Pailit, UU KUP Diuji
Pemohon Uji UU KUP Pertajam Identitas
DPR: Mantan Pengurus Harus Tanggung Jawab atas Utang Pajak Perseroan
Sebelumnya, permohonan perkara yang teregistrasi dengan Nomor 41/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh investor asing, yaitu Taufik Surya Dharma. Pemohon menguji Pasal 2 ayat (6) dan Pasal 32 ayat (2) UU KUP. Pemohon merupakan mantan Pengurus PT. United Coal Indonesia (PT UCI) yang sudah dinyatakan pailit melalui putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tahun 2015 silam. Pemohon keberatan dengan berlakunya Pasal 2 ayat (6) dan Pasal 32 ayat (2) UU KUP. Sebab, kedua pasal tersebut telah dijadikan dasar oleh KPP Wajib Pajak Besar Satu untuk melakukan penagihan pajak PT. UCI yang dibebankan kepada Pemohon secara pribadi dengan jumlah yang sangat fantastis yakni sebesar Rp. 193.625.721.483,00 hanya karena NPWP Badan atas nama PT. UCI (dalam pailit) belum dihapus. Padahal, perusahaan tersebut sudah dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan seluruh boedel harta pailit dilakukan pemberesan oleh Kurator.
Penulis: Utami A.
Editor: Nur R.
Humas: Annisa Lestari