JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (UU BPJS) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (23/7/2020). Dalam sidang perkara Nomor 6/PUU-XVIII/2020 tersebut mengagendakan mendengar keterangan Pihak Terkait, yakni BPJS Ketenagakerjaan, PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero) hadir memberikan keterangan.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Renstra dan TI BPJS Ketenagakerjaan Sumarjono menyampaikan bahwa konsep pengalihan program Asabri dan program pembayaran pensiun dari PT Asabri (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan berangkat dari prinsip kegotong-royongan, nirlaba, dana amanat dan lainnya. Oleh karena itu, konsep jaminan sosial tidak dapat dikelola oleh BUMN yang bersifat profit oriented, melainkan dilaksanakan badan hukum publik yang keuntungannya diperoleh, digunakan, dikembalikan pada manfaat yang diterima peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Pengalihan program Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan merupakan pelaksanaan dari kehendak negara, tidak dimaksudkan berkurangnya nilai manfaat peserta sebagai pensiunan TNI dan Polri," jelas Sumarjono.
Selain itu, Sumarjono juga menyampaikan bahwa tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tujuan tersebut semakin dipertegas dengan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. "Sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945," ujar Sumarjono di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Dikatakan Sumarjono, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional telah memenuhi Pasal 34 Ayat (2) UUD 1945 bahwa negara memiliki kewajiban mengembangkan sistem jaminan sosial yang mampu memberdayakan masyarakat yang lemah. Namun terkait dengan pengaturan dan kelembagaan mekanisme BPJS, merupakan kebijakan dari pembentuk undang-undang (open legal policy). "Pembentuk undang-undang mengupayakan mekanisme pengelolaan jaminan sosial melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial," ucap Sumarjono.
Selanjutnya Sumarjono menanggapi dalil Pemohon mengenai kerahasiaan data pribadi Pemohon yang harus dijaga apabila terjadi pengalihan program Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Sumarjono, pemberian informasi dilakukan secara langsung kepada peserta perorangan sehingga kerahasiaan data peserta tetap terjamin dan tidak dapat diketahui oleh orang lain.
Karakteristik Khas
Sementara itu, Pihak Terkait lainnya, yakni Direktur Utama PT Asabri (Persero) Sony Wijaya menerangkan bahwa penyelenggaraan asuransi sosial bagi TNI dan Polri maupun pegawai ASN di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Polri memiliki sejarah lembaga dan dasar pertimbangan yang khusus karena sifat yang spesifik dan memiliki karakteristik yang khas.
"Sejarah lembaga penyelenggaraan asuransi sosial bagi anggota Asabri diawali dengan dibentuknya Taspenmil pada 1964 sebagai cabang khusus dari Taspen untuk urusan militer. Karenanya ada karakteristik khas yakni risiko penugasan yang tinggi saat menjalankan tugas yaitu gugur saat menjalankan tugas maupun tewas. Sehingga ada santunan khusus bagi yang gugur maupun santunan khusus bagi yang tewas saat menjalankan tugas," ungkap Sony.
Sony melanjutkan, program Asabri meliputi program tabungan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan program pensiun. Selain itu ada program pinjaman uang muka KPR, pinjaman polis, proteksi beasiswa Taspen Life dan lain-lain, Sedangkan peserta Asabri terdiri atas para anggota TNI dan Polri maupun pegawai ASN di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Polri, baik yang masih aktif maupun sudah pensiun.
Menanggapi dalil Pemohon soal potensi kerugian karena terjadinya penurunan manfaat apabila terjadi pengalihan program Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan, Sony menjelaskan bahwa dasar filosofi lahirnya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, yaitu memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Dalam hal ini adanya jaminan sosial bagi anggota TNI dan Polri maupun pegawai ASN di lingkungan Kemenhan dan Polri, maka sejatinya pengalihan program Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan kesejahteraan yang lebih baik kepada peserta. Tidak boleh ada manfaat-manfaat yang berkurang karena karakteristik yang khas dari anggota TNI dan Polri jika gugur saat menjalankan tugas," tegas Sony.
Diungkapkan Sony, PT Asabri memiliki dua sasaran strategis ke depan yaitu melakukan transformasi menjadi BPJS TNI atau Polri paling lambat pada 2029. Kedua, merancang program yang memiliki manfaat sebanding risiko yang dihadapi peserta.
Sedangkan Direktur Utama PT Taspen (Persero), A. N. S Kosasih menjelaskan bahwa PT Taspen (Persero) sebelumnya telah memberikan keterangan yang sama dengan perkara Nomor 72/PUU-XVII/2019. Namun menurut Kosasih, ada hal yang perlu ditambahkan dan ditekankan pihak Taspen, yakni soal ketegasan pemerintah bahwa bentuk jaminan sosial bagi penyelenggara negara adalah dikelola sendiri, tidak digabungkan dengan tenaga kerja umum atau pihak swasta.
Lebih lanjut, Kosasih menuturkan bahwa PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) sebagai pengelola jaminan sosial para Pemohon merupakan lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan sosial.
"Tugas yang diamanatkan pada PT Taspen juga dianut oleh negara-negara yang secara sosial, politik, demografi, tingkat kemakmuran dan lainnya mirip dengan Indonesia. Misalnya Malaysia, Filipina, Thailand dan Korea Selatan," tandas Kosasih.
Sebagaimana diketahui, para Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XVIII/2020 ini adalah Endang Hairudin, M. Dwi Purnomo, Adis Banjere dan Adieli Hulu selaku purnawirawan TNI menguji Pasal 65 ayat (1) UU BPJS yang menyebutkan, “PT. Asabri (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.”
Para Pemohon mendalilkan pasal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusionalitas para Pemohon yang berlatar belakang sebagai prajurit TNI dengan risiko penugasan berkaitan langsung dengan kehilangan nyawa, cacat, tewas, atau hilang di daerah operasi, juga risiko mobilitas yang tinggi dari para Pemohon pada saat aktif. Sehingga kemudian ketika pensiun, para Pemohon berharap apa yang sudah telah dinikmati selama ini dari PT. Asabri mengenai program pembayaran pensiun itu tidak teralihkan. Terutama mengenai kerahasiaan jabatan, data pribadi yang menurut para Pemohon sesuai sumpah prajurit tetap harus dijaga. (*)
Penulis : Nano Tresna Arfana
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : M. Halim