JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Departemen Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan web seminar (webinar) bertajuk “Membangun Relasi Harmoni Antara Negara dan Agama Dalam Masyarakat Madani“ pada Jumat (17/7/2020).
Dalam seminar dan diskusi yang digelar melalui aplikasi Zoom Meeting ini, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams hadir sebagai penceramah kunci dengan beberapa pemateri lainnya, seperti Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Agus Triyanta dan Dosen FH UIN Raden Intan Lampung Yasin Al Arif serta Peneliti MK Bisariyadi.
Mengawali paparannya, Wahiduddin Adams mengatakan bahwa sumber utama dari ajaran Islam adalah Al Qur’an dan Sunnah. “Ya memang tidak menyediakan aturan-aturan yang langsung dan rinci mengenai sistem dan untuk kenegaraan sampai dengan terkait peraturan perundang-undangan yang tertinggi atau mendasar sampai dengan peraturan pelaksanaannya,” ujar Wahiduddin.
Namun, lanjut Wahiduddin, prinsip asas yang menjiwai atau yang memberi patokan kepada manusia baik secara pribadi ataupun anggota masyarakat terlebih lagi penyelenggara negara dapat digali atau dikembangkan. Menurutnya, prinsip-prinsip tersebut terdapat di dalam Al Qur’ atau di Sunnah. “Prinsip seperti keadilan, prinsip amanah, kebebasan, dan persaudaraan. banyak ditemukan di dalam Al-quran dan sunnah Nabi,” tegas Wahiduddin.
Selain itu, Wahiduddin mengatakan, pemisahan agama dengan negara ada beberapa jenis, ada yang tidak bersahabat dengan agama seperti yang dilakukan di Turki, dan ada yang bersahabat seperti indonesia, ada juga penyatuan agama dan negara, yang disebut negara teokrasi. Menurutnya, Indonesia adalah negara kebangsaan yang religius, setiap pemeluk agama untuk melaksanakan ajaran agamanya.
Kemudian, lanjut Wahiduddin, pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 memberikan jaminan perlindungan bagi seluruh warga negara untuk menganut dan melaksanakan ajaran agamanya masing-masing. Sementara Peneliti MK Bisariyadi menyampaikan materi tentang format relasi hubungan negara dan agama.
Wahiduddin mengatakan, dahulu penyatuan agama dan negara sangat kuat karena siapa pun yang menjadi pemimpin negara serta menjadi pemimpin agama. Menurutnya, sekularisme muncul dari gerakan orang-orang hukum karena hukum dijadikan sebagai sains, demikian juga pada ilmu-ilmu sosial lainnya.
Sedangkan hubungan negara dengan MK, lanjut Bisar, akibat munculnya kontrak sosial yang tercantum dalam konstitusi. Pembentukan mahkamah konstitusi memiliki ruang yang terbatas pada pengujian undang-undang terhadap UUD. Menurut Bisar, mk memiliki persinggungan dengan agama dalam beberapa pengujian undang-undang terhadap MK. (Utami/LA)