JAKARTA, HUMAS MKRI – DPR berdalih bahwa peralihan program asuransi untuk pembayaran uang pensiun dari PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan tidak akan mengganggu hak uang pensiun para purnawirawan. Hal ini ditegaskan oleh Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Sidang perkara Nomor 6/PUU-XVIII/2020 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (8/7/2020) dengan menerapkan protokol kesehatan terkait Covid-19. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah.
Dalam keterangannya mewakili DPR, Arteria menanggapi dalil para Pemohon yang mengalami potensi penurunan manfaat yang akan diterima dari program asuransi sosial PT. Asabri. DPR berpendapat, ketentuan yang mengalihkan program asuransi sosial PT. Asabri dan pembayaran pensiun dari PT. Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan merupakan kebijakan bentuk pilihan pembentuk undang-undang dalam rangka mengembangkan sistem jaminan sosial nasional. “Bukan untuk mengurangi hak para Pemohon dalam menerima manfaat asuransi sosial,” ucap Arteria.
DPR menegaskan tidak terdapat kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional para Pemohon yang bersifat spesifik seperti didalilkan para Pemohon terkait norma yang sedang diuji. Hal ini menurut DPR, jelas-jelas hanya merupakan asumsi para Pemohon. Selain itu para Pemohon tidak dapat membuktikan bahwa manfaat yang diterima para Pemohon akan hilang dengan dialihkan program asuransi sosial dari PT. Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga: Menyoal Pengalihan Penyelenggaraan Program ASABRI ke BPJS Ketenagakerjaan
Selain itu, Arteria juga menerangkan bahwa ketentuan pasal-pasal dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan batu uji oleh para Pemohon tidak memiliki keterkaitan dengan kerugian konstitusional sebagaimana didalilkan para Pemohon sebagai peserta program asuransi PT. Asabri.
“Karena pengaturan pada Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS tidak mengurangi hak dan atau kewenangan konstitusional para Pemohon dalam mendapatkan hak berupa pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil, perlakuan yang sama di hadapan hukum, kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama,” ujar Arteria kepada Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman.
Menurut DPR, ketentuan Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS justru telah memenuhi ketentuan Pasal 28D Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan memberikan kepastian hukum yang adil berupa program pengalihan PT. Asabri dan program pensiun BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
Hanya Penerima Manfaat Pensiun
Sementara itu, Pemerintah diwakili oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang menerangkan, para Pemohon sebagai purnawirawan TNI saat ini sudah berstatus pensiun, sehingga hanya sebagai penerima manfaat jaminan pensiun dari PT. Asabri. Ia menegaskan bahwa para Pemohon bukan sebagai peserta penerima manfaat jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian dari PT. Asabri.
“Oleh karena itu, kedudukan para Pemohon yang tidak sebagai penerima manfaat jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, maka para Pemohon tidak sedang mengalami kerugian atas penerima manfaat jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian dari PT. Asabri,” jelas Haiyani.
Selain itu, kata Haiyani, para Pemohon diberikan manfaat pensiun berupa manfaat pasti dengan sistem pendanaan yang dibiayai APBN. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU 6/1966 tentang Pemberian Pensiun, Tunjangan Bersifat Pensiun dan Tunjangan kepada Militer Sukarela serta Peraturan Pemerintah Nomor 102/2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Dengan demikian pada 2029 para Pemohon tidak mengalami kerugian atas pengalihan program dari PT. Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan. Oleh sebab itu menurut Pemerintah, para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum,” tegas Haiyani.
Berikutnya, Pemerintah menanggapi dalil para Pemohon bahwa berlakunya Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional bagi para Pemohon bilamana program PT. Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada 2029. Pemerintah berpendapat, pembukaan UUD 1945 mengamanatkan tujuan negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam perubahan UUD 1945, tujuan negara dipertegas melalui sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Selain itu dalam TAP MPR, Presiden mengamanatkan adanya jaminan sosial nasional yang menyeluruh dan terpadu.
Sebagaimana diketahui, Endang Hairudin, M. Dwi Purnomo, Adis Banjere dan Adieli Hulu selaku purnawirawan TNI menjadi Pemohon yang menguji Pasal 65 ayat (1) UU BPJS. Pasal tersebut menyebutkan, “PT. Asabri (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.”
Para Pemohon mendalilkan pasal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusionalitas para Pemohon yang berlatar belakang sebagai prajurit TNI dengan risiko penugasan berkaitan langsung dengan kehilangan nyawa, cacat, tewas, atau hilang di daerah operasi, juga risiko mobilitas yang tinggi dari para Pemohon pada saat aktif. Sehingga kemudian ketika pensiun, para Pemohon berharap apa yang sudah telah dinikmati selama ini dari PT. Asabri mengenai program pembayaran pensiun itu tidak teralihkan. Terutama mengenai kerahasiaan jabatan, data pribadi yang menurut para Pemohon sesuai sumpah prajurit tetap harus dijaga.
Para Pemohon juga menguji Pasal 57 huruf e UU BPJS yang mengatur PT. Askes (Persero) diakui keberadaannya dan tetap melaksanakan program jaminan kesehatan termasuk menerima pendaftaran peserta baru sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan. PT. Jamsostek (Persero) tetap melaksanakan kegiatan operasionalnya dan melakukan menerima pendaftaran peserta baru sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 57 tersebut memerintahkan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS untuk paling lama 2029. Jadi sebagai pasal penegasan. (Nano Tresna Arfana/Halim/LA)