JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) pada Senin (6/7/2020) di Ruang Sidang Pleno MK. Agenda sidang ketiga dari perkara yang teregistrasi Nomor 1/PUU-XVIII/2020 ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah. Namun DPR berhalangan hadir, sedangkan Pemerintah melalui kuasa presiden dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Purwoko memohon penundaan sidang.
“Kami masih memerlukan koordinasi terkait dengan keterangan Presiden dan juga sudah menyampaikan surat ke Mahkamah Konstitusi pada 2 Juli 2020,” sebut Purwoko terkait permohonan yang dimohonkan oleh Ignatius Supriyadi.
Pemohon yang berprofesi sebagai advokat ini menyatakan Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Menurutnya, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tidak memiliki batasan berapa kali masa jabatan. Pasal-pasal a quo menyatakan masa jabatan anggota dewan ditentukan selama lima tahun dan berakhirnya masa jabatan ditandai dengan pengucapan sumpah/janji oleh anggota dewan yang baru. Dari ketentuan tersebut, secara tersirat berarti anggota dewan yang lama tidak dapat menjadi anggota baru. Dengan kata lain, anggota dewan yang lama secara otomatis berakhir dan digantikan oleh anggota baru. Konsekuensi lebih lanjut dari hal tersebut adalah anggota dewan hanya dapat dipilih untuk masa jabatan satu kali. Namun pemahaman tersebut tidak terjadi di dalam praktiknya. Justru ditafsirkan sebagai tidak ada pembatasan berapa kali anggota dewan dapat menduduki masa jabatannya. Artinya, dapat saja selamanya anggota dewan dapat menempati jabatan tersebut sepanjang dipilih dalam proses pemilihan umum.
Dengan demikian frasa “dan akhir pada saat anggota DPRD kabupaten/kota yang baru mengucapkan sumpah/janji” menimbulkan multi-interpretasi, dan bahkan tafsir tersebut menjurus pada pengertian “tidak ada pembatasan terhadap masa jabatan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.” Dengan adanya fakta tersebut, Pemohon menilai ketentuan yang telah multitafsirkan tersebut tidak memberikan jaminan dan kepastian hukum yang adil. Seharusnya, masa jabatan anggota dewan tersebut hanya lima tahun dan otomatis akan berakhir dengan pengucapan sumpah anggota yang baru sehingga anggota lama tidak dapat dipilih kembali. Dengan hal ini, membuka kesempatan yang luas bagi warga negara termasuk Pemohon untuk dapat menjadi anggota dewan. (Sri Pujianti/ASF/LA)