JAKARTA, HUMAS MKRI – Para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta, Novan Lailathul Rizky dkk, diwakili kuasa hukumnya Victor Santoso Tandiansa melakukan pengujian materiil Pasal 311 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Sidang pemeriksaan uji materi UU LLAJ ini digelar pada Rabu (19/2/2020) di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal 311 ayat (2) UU LLAJ menyebutkan, “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjarapaling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah).”
Pasal 311 ayat (3), ”Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), Pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah).”
Kemudian Pasal 311 ayat (4), “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan denda pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).”
Pasal 311 ayat (5), “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
Para Pemohon mendalilkan bahwa dimungkinkannya anak di bawah umur mengendarai kendaraan bermotor tidak lepas dari peran orang dan/atau pemilik motor yang dengan sengaja memberikan dan/atau meminjamkan kendaraan bermotor kepada anak di bawah umur, berusia sekitar 7-10 tahun.
“Hal ini tidak saja mengancam keselamatan diri anak tersebut namun juga mengancam keselamatan jiwa pengendara motor lainnya, tanpa terkecuali para Pemohon yang aktivitas kesehariannya menggunakan sepeda motor. Kondisi tersebut dapat dicegah apabila terdapat sanksi pidana yang mengancam pemilik motor atau orang yang dengan sengaja meminjamkan kendaraan bermotor kepada anak di bawah umur,” kata Viktor Santoso Tandiansa, kuasa hukum para Pemohon Perkara Nomor 15/PUU-XVIII/2020.
Berdasarkan hal tersebut, para Pemohon dalam petitum-nya meminta Mahkamah menyatakan Pasal 311 UU LLAJ terhadap kata “perbuatan” bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dalam hal “perbuatan” dilakukan oleh pengemudi anak di bawah umur, pertanggungjawaban pidana juga dikenakan terhadap orang yang turut serta membiarkan, memberikan dan/atau meminjamkan kendaraan bermotor kepada anak di bawah umur.
Terhadap dalil-dalil para Pemohon, Ketua Panel Suhartoyo mencermati subyek hukum dalam permohonan. “Sebenarnya apa yang menjadi subjek hukum dalam permohonan ini? Sementara Saudara meminta subjek hukum itu termasuk orang yang membiarkan anak di bawah umur mengendarai motor,” ucap Suhartoyo. Hal lain, Suhartoyo meminta para Pemohon agar menggali lebih jauh pemaknaan anak di bawah umur, baik dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Anak, Undang-Undang Perkawinan.
Sementara Hakim Konstitusi Saldi Isra menasehati para Pemohon agar menguraikan kerugian konstitusional lebih detail, lalu dirujukkan dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Selain itu Saldi meminta penjelasan lebih jauh mengenai kata “perbuatan” agar tidak terkesan menjadi norma baru. “Apakah sebetulnya Saudara mau menambah frasa baru. Ini menjadi norma baru atau tidak, kalau ditambah dalam penjelasan,” kata Saldi mempertanyakan.
Sedangkan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menilai sistematika permohonan sudah memenuhi standard penulisan. Kemudian Daniel meminta para Pemohon lebih menerangkan kedudukan hukumnya. “Para Pemohon yang menjadi pengurus senat di kampus, apakah masih menjabat atau sudah habis periode. Hal ini perlu dijelaskan di bagian kedudukan hukum,” ujar Daniel. (Nano Tresna Arfana/Halim/NRA).