JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perkawilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) pada Kamis (13/2/2020) di Ruang Sidang Panel MK. Ignatius Supriyadi yang berprofesi sebagai advokat dalam permohonan perkara yang teregistrasi Nomor 1/PUU-XVIII/2020 ini menyatakan Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Pada sidang kedua ini, Ignatius menyampaikan beberapa poin perbaikan, di antaranya menghapus keberadaan pembayar pajak dalam legal standing Pemohon karena menilai hal tersebut tidak berkaitan dengan perkara a quo. Selanjutnya, sambung Ignatius, pihaknya pun menambahkan alasan permohonan dengan menyajikan beberapa negara yang pernah menerapkan pembatasan masa jabatan anggota parlemen. Sebagai contoh, Ignatius menyebutkan bahwa di Venice pernah ditemukan ada pendapat Komisi Uni Eropa, yang menyatakan perlu tidaknya batasan masa jabatan parleme karena pada dasarnya kekuasaan itu harus dibatasi.
“Hal positif dengan adanya batasan tersebut di antaranya menjadi anggota parlemen itu bukan karier karena dapat saja berlangsung seumur hidup. Dengan adanya batasan, maka akan secara temporer seorang anggota parlemen akan mengabdi pada masyarakat dan bukan berkarier untuk memperoleh pendapatan atau hak ekonomi,” sebut Ignatius dihadapan sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Suhartoyo.
Lebih lanjut Ignatius menyebutkan, bahwa di Eropa memang tidak ada yang menerapkan pembatasan masa jabatan anggota parlemen, namun di Swiss pernah diajukan meski tidak terlaksana, sedangkan di Prancis pernah terlaksana sebanyak dua kali periode. Begitu juga dengan di Amerika seperti di negara bagian Bolivia dan Venezuela pernah juga dilakukan pembatasan masa jabatan anggota parlemen sebanyak dua kali periode. Adapun negara yang menerapkan pembatasan masa jabatan anggota parlemen adalah di Filipina, dan di Korea Selatan hanya dikhususkan untuk wakil di daerah.
“Namun melihat realita yang ada di Indonesia bahwa terdapat peningkatan persentase terpilihnya wakil dewan yang telah lama menjabat, sedangkan kinerjanya menurun. Maka pembatasan masa jabatan tersebut perlu diterapkan untuk mendapatkan wakil dewan yang kredibel,” harap Ignatius saat membacakan tambahan materi alasan permohonan yang diajukannya.
Sebelumnya, Pemohon mengatakan bahwa anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tidak memiliki batasan berapa kali masa jabatan. Menurut Pemohon pasal-pasal a quo menyatakan masa jabatan anggota dewan ditentukan selama lima tahun dan berakhirnya masa jabatan ditandai dengan pengucapan sumpah/janji oleh anggota dewan yang baru. Dari ketentuan tersebut, secara tersirat berarti anggota dewan yang lama tidak dapat menjadi anggota baru. Dengan kata lain, anggota dewan yang lama secara otomatis berakhir dan digantikan oleh anggota baru. Konsekuensi lebih lanjut dari hal tersebut adalah anggota dewan hanya dapat dipilih untuk masa jabatan satu kali. Namun pemahaman tersebut tidak terjadi di dalam praktiknya. Justru ditafsirkan sebagai tidak ada pembatasan berapa kali anggota dewan dapat menduduki masa jabatannya. Artinya, dapat saja selamanya anggota dewan dapat menempati jabatan tersebut sepanjang dipilih dalam proses pemilihan umum.
Dengan demikian frasa “dan akhir pada saat anggota DPRD kabupaten/kota yang baru mengucapkan sumpah/janji” menimbulkan multi-interpretasi, dan bahkan tafsir tersebut menjurus pada pengertian “tidak ada pembatasan terhadap masa jabatan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.” Dengan adanya fakta tersebut, Pemohon menilai ketentuan yang telah multitafsirkan tersebut tidak memberikan jaminan dan kepastian hukum yang adil. Seharusnya, masa jabatan anggota dewan tersebut hanya lima tahun dan otomatis akan berakhir dengan pengucapan sumpah anggota yang baru sehingga anggota lama tidak dapat dipilih kembali. Dengan hal ini, membuka kesempatan yang luas bagi warga negara termasuk Pemohon untuk dapat menjadi anggota dewan. (Sri Pujianti/ASF/LA)
https://youtu.be/_MVBJaBnzsM