JAKARTA, HUMAS MKRI - Panel Hakim Konstitusi yang terdiri atas Manahan MP Sitompul selaku ketua panel, didamping dua anggota panel yakni Hakim Konstitusi Saldi Isra, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menggelar sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) pada Kamis (9/1/2020).
Diwakili kuasa hukum Wilman Malau, Pemohon menyampaikan perbaikan permohonan. Pemohon antara lain mengubah surat kuasa sesuai dengan yang seharusnya, menambah beberapa alat bukti, dan perbaikan dalam pokok permohonan. “Jadi, ada bukti tambahan, ada perbaikan di surat kuasa, dan perbaikan di permohonan uji materi,” kata Wilman.
Baca Juga:
Modal yang Harus Disetor P3MI Dinilai Memberatkan
Sebagaimana diketahui, Permohonan Perkara Nomor 83/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh ASPATAKI. Materi yang dimohonkan untuk diuji di MK yaitu Pasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 82 huruf a dan Pasal 85 huruf a UU PPMI.
Pasal 54 ayat (1) huruf a dan b UU No. 18/2017 berbunyi, “Untuk dapat memperoleh SIP3MI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus memenuhi persyaratan: a. memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan paling sedikit Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); b. menyetor uang kepada bank pemerintah dalam bentuk deposito paling sedikit Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) yang sewaktu-waktu dapat dicairkan sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban dalam Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Pasal 82 huruf a: “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah), setiap orang yang dengan sengaja menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia pada: a. jabatan dan jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja sehingga merugikan Calon Pekerja Migran Indonesia tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a”.
Sedangkan Pasal 85 huruf a: “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah), setiap orang yang: a. menempatkan Pekerja Migran Indonesia pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan Perjanjian Kerja yang telah disepakati dan ditandatangani Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf a”.
Diwakili kuasa hukumnya Wilman Malau, ASPATAKI memiliki anggota berjumlah 142 Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) atau perusahaan-perusahaan yang bidang usahanya melaksanakan penempatan dan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.
Pemohon mendalilkan bahwa hak konstitusional Pemohon dalam kebebasan untuk berusaha, serta ancaman pidana yang ditanggung Pemohon tidak berdasar pada perbuatan yang dilakukannya sendiri, tidak sesuai dengan asas perbuatan materiil. Perbuatan yang dilakukan pihak yang mempekerjakan pekerja migran harus ditanggung oleh para Pemohon.
(Nano Tresna Arfana/NRA)