JAKARTA, HUMAS MKRI - Kegiatan bedah buku Constitutional Amendments karya Richard Albert pakar hukum tata negara lulusan University of Texas, Austin, Amerika Serikat, digelar Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Universitas Airlangga pada Jumat (29/11/2019) di Gedung MK.
Acara yang disaksikan para pejabat MK Republik Indonesia (MKRI), akademisi bidang hukum tata negara dari berbagai lembaga dan kementerian ini juga dihadiri Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Hakim Konstitusi Saldi Isra serta langsung dihadiri Richard Albert, sang penulis buku.
“Kami berterima kasih kepada Richard Albert yang menghadirkan karya terbaru Constitutional Amendments. Ini memang isu yang sedang menarik di Indonesia karena sekarang ada wacana untuk melanjutkan perubahan Undang-Undang Dasar atau amendemen kelima,” kata Saldi Isra saat membuka acara.
Buku karya terbaru Richard Albert itu, ungkap Saldi, kalau dibaca dengan teliti, bisa menjadi diskusi awal bagi banyak pihak yang concern terhadap isu-usu perubahan Undang-Undang Dasar. “Karena buku ini memberikan petunjuk bagaimana seharusnya melakukan perubahan Konstitusi. Buku ini penting, sebab tidak banyak sarjana yang memberikan perhatian khusus terhadap perubahan Konstitusi. Buku ini menjadi langkah awal bagi Richard untuk belajar tentang perubahan Konstitusi di Indonesia,” ujar Saldi.
Sementara itu, Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi MK Budi Achmad Djohari menyampaikan bahwa bedah buku ini dilatarbelakangi oleh semakin maraknya wacana perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik di kalangan politisi, praktisi hukum, civitas akademika, lembaga swadaya masyarakat, penyelenggara negara maupun pihak-pihak lain yang concern terhadap Kosntitusi dan sistem ketatanegaraan di Indonesia.
“Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK mempunyai kewajiban moral untuk setidak tidaknya memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengubah atau tidak mengubah Undang-Undang Dasar dari berbagai aspek,” kata Budi.
Selanjutnya, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengomentari buku terbaru karya Richard Albert begitu menarik, penyusunannya sangat sistematis, begitu komprehensif tapi mudah dipahami. “Saya ingin mengungkapkan pernyataan klasik bahwa Konstitusi itu adalah resultante dari jajaran genjang berbagai kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang berlangsung pada saat diadopsinya Konstitusi itu,” jelas Palguna.
“Oleh karena itulah, perubahan Konstitusi itu keniscayaan. Seperti diungkapkan seorang pakar hukum Amerika, bagaimana mungkin suatu teks yang berumur dua ratus tahun lebih, maksudnya Konstitusi Amerika Serikat, lalu diberlakukan untuk generasi sekarang yang jaraknya sudah terlalu jauh. Hal semacam itu adalah skandal,” kata Palguna.
Karena itulah, sambung Palguna, buku Constitutional Amendments karya Richard Albert menjadi penting karena buku ini membahas tata cara pengaturan perubahan Konstitusi. “Begitu sedikit orang yang memberikan perhatian. Ibarat museum yang tidak terkelola dengan baik. Maka pertanyaan yang mendasar dalam buku ini seringkali jadi pertanyaan yang sederhana, bagaimana cara melakukan perubahan Konstitusi? Begitu bersahaja pertanyaannya, tapi ada banyak persoalan pelik yang terjadi di dalamnya dan itulah yang diuraikan dalam buku ini,” papar Palguna.
Palguna melanjutkan, perubahan Konstitusi tertulis bisa terjadi di luar tata cara yang sudah diatur dalam Konstitusi itu sendiri. “Itu yang menarik dan dipaparkan dalam buku ini. Jadi lebih mendasar lagi persoalannya, ketika perubahan itu ternyata lebih mendasar. Sehingga kata Richard Albert, begitu sulit menggolongkan apakah perubahan yang sangat mendasar itu bisa disebut dengan perubahan Konstitusi, pelanggaran Konstitusi, atau penggantian Konstitusi?” imbuh Palguna.
Sedangkan Saldi Isra menanggapi bahwa kumpulan artikel ilmiah yang disusun secara sistematis dengan permasalahan yang sama, maka akan melahirkan buku seperti karya terbaru Richard Albert ini. “Apa keuntungannya? Sebetulnya bahan-bahan yang dijadikan materi buku semacam ini sudah dibaca orang-orang yang ahli di bidangnya. Karena tidak mungkin jurnal bisa lolos mempublikasikan sebuah tulisan, kalau tidak lolos reviewer yang ketat. Cara Profesor Richard Albert menulis buku barunya menginspirasi kita untuk kemudian mengumpulkan tulisan yang berserakan dalam jurnal atau makalah yang serius, pada akhirnya menjadi utuh,” tambah Saldi.
Lebih lanjut Saldi mengatakan, bahwa Richard Albert sebetulnya mau mengembalikan kepada proses perubahan formal yang didesain dalam Konstitusi. “Karena secara teori, perubahan Konstitusi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Ada formal amendments yaitu perubahan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Konstitusi itu sendiri. Makanya Richard dalam bukunya mengatakan, artikel tentang Konstitusi menjadi salah satu bagian terpenting dari substansi Konstitusi itu sendiri,” urai Saldi.
Secara umum Buku Constitutional Amendments karya Richard Albert memuat materi studi pertama kali secara komprehensif terhadap aturan perubahan Undang-Undang Dasar. Selain itu, buku ini merupakan studi pertama yang melakukan identifikasi analisis dan teoritis terhadap tradisi-tradisi perubahan Undang-Undang Dasar di dunia.
“Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebenarnya bisa mendapatkan input dan pengalaman dari negara lain terkait proses amendemen UUD dalam menyikapi proses dan hasil yang terjadi,” tandas Richard. (Nano Tresna Arfana/LA)