TASIKMALAYA, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memberikan Kuliah Umum yang bertema “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia” di Sekolah Tinggi Hukum Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat (18/9).
Mengawali sambutannya, Anwar mengatakan bahwa pada saat sebelum amandemen terdapat penyebutan Lembaga tertinggi negara dan Lembaga tinggi negara. Saat itu, MPR merupakan Lembaga tertinggi negara karena melaksanakan kedaulatan rakyat. Namun, menurut ketentuan UUD Negara Tahun 1945 pasca perubahan keempat Tahun 2002, dalam struktur kelembagaan Republik Indonesia terdapat 8 (delapan) buah organ negara yang mempunyai kedudukan sederajat yang secara langsung menerima kewenangan kostitusional dari UUD, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Yudisial. Selain itu terdapat pula beberapa lembaga atau institusi yang diatur kewenangannya dalam UUD, yaitu (1) Tentara Nasional Indonesia; (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia; (3) Pemerintah Daerah; dan (4) Partai Politik.
Kemudian, Anwar melanjutkan, Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Susunan dan kekuasaan badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang. Namun, setelah perubahan, Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Selain itu, Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Menurut Anwar, jika melihat struktur ketatanegaraan saat ini, memang masih banyak masyarakat yang belum paham mengenai MK dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia walaupun konstitusi sudah menyebut secara jelas. MK merupakan lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Dia mengatakan, berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU MK, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Sedangkan kewenangan MK memutus perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sifatnya sementara. “Berdasarkan undang-undang, MK diberi kewenangan untuk sementara dalam memutus sengketa hasil pemilihan kepala daerah,” ujar Anwar Usman di hadapan para peserta kuliah umum.
Selanjutnya, presiden dipilih oleh rakyat secara langsung akan tetapi hal itu harus menunggu penetapan dari KPU. Menurutnya, Ketetapan KPU tersebut, apabila ada yang mengajukan gugatan ke MK maka ketetapan itu tidak berlaku dan harus menunggu putusan MK. Sehingga, yang menentukan presiden itu yakni MK melalui proses persidangan, meskipun presiden terpilih sudah tercatat di Lauhul Mahfudz. (Hamdi/NR