JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian materiil Pasal 416 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Senin (16/9/2019) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara Nomor 39/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh Ignatius Supriyadi, Antonius Cahyadi, dan Gregorius Yonathan Deowikaputra yang berprofesi sebagai advokat.
Dalam sidang kali ini, Ignatius mewakili para Pemohon menyebutkan pihaknya memperkuat poin-poin terkait hak konstitusionalnya dalam beberapa pasal dalam UUD 1945. Di antaranya, sambung Ignatius, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 bahwa terjadi ketidakpastian hukum apabila pemilu yang hanya diikuti dua pasangan calon harus memenuhi syarat yang ditentukan pasal 416 ayat (1) UU Pemilu, sedangkan paslon tersebut titdak memenuhi syarat dan saat hari diselenggarakannya pemilu harus diliburkan.
“Sedangkan kami para advokat memiliki pekerjaan dan kalau diliburkan berapa kali sampai harus terjadi. Sehingga hak konstitusional kami terkait dengan kepastian hukum yang terganggu ini,” ujar Ignatius di hadapan sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Manahan M.P. Sitompul.
Selain itu, terkait dengan hak atas hidup sejahtera lahir dan batin yang didasarkan pada Pasal 28H ayat (1), menurut para Pemohon Pemilu 2019 telah mengakibatkan adanya gesekan yang luar biasa di masyarakat dengan terjadinya polarisasi yang tajam dan cenderung dapat meretakkan hubungan anak bangsa. Para Pemohon merasakan bahwa Pemilu 2019 sangat menguras energi dan bahkan sampai terjadi sedikit bentrokan yang telah menimbulkan kekhawatiran bagi mereka.
Berikutnya, hak konstitusional para Pemohon telah dirugikan akibat norma a quo yang didasarkan pada Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 telah menghambat kemudahan baginya untuk memperoleh pelayanan pemerintahan apabila pemilu pilpres hanya diikuti dua pasangan dan tidak memenuhi syarat norma a quo pula.
Perlu diketahui, sebelumnya Pemohon menjelaskan bahwa Pasal 416 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 sama persis dengan Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres), yang telah dinyatakan konstitusional bersyarat melalui Putusan MK Nomor 50/PUU-XVII/2014. Norma a quo menyatakan “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provisi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia”. Sehingga, ketentuan ini dapat menimbulkan kerancuan. Keberadaan pasal a quo menimbulkan polemik di masyarakat dengan adanya informasi yang beredar di masyarakat bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih tidak dapat dilantik jika tidak memenuhi ketentuan dalam pasal tersebut, meskipun Pilpres 2019 hanya diikuti oleh dua pasangan calon. (Sri Pujianti/LA)