JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (UU MA) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (10/9/2019) siang.
Marion Kova selaku Pemohon Perkara Nomor 46/PUU-XVII/2019 ini menguji Pasal 28 Ayat (1) huruf c UU MA dan Pasal 57 UU PPHI. “Pemohon adalah warga negara Indonesia, yang sebelumnya bekerja di Perum Peruri namun telah diberhentikan karena dianggap telah menyebarkan fitnah terhadap para pengurus Perum Peruri sehubungan dengan pengaduan Pemohon kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 4 April 2014 terkait persoalan mesin di Perum Peruri,” kata M. Ali Hasan, salah seorang kuasa hukum Pemohon.
Tindakan Pemohon tersebut, menurut Perum Peruri merupakan tindakan yang dilarang dan harus secara serta-merta dinilai sebagai suatu “kesalahan berat” berdasarkan ketentuan Pasal 108 ayat (45) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Peruri Periode 2014- 2015. Akibatnya, pada 18 Maret 2015 Pemohon dikenakan skorsing dalam rangka pemutusan hubungan kerja oleh Perum Peruri, selain juga dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan Pasal 310 ayat (2) dan Pasal 311 ayat (1) KUHP (pasal-pasal mengenai penghinaan).
Adapun terkait perkara yang berlangsung pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), saat ini telah terdapat putusan berkekuatan hukum tetap yakni Putusan Nomor 536 K/PDT.SUS – PHI/2016 tertanggal 3 Agustus 2016 juncto Putusan Nomor 09/PDT.SUS – PHI/2016/PN.BDG. tertanggal 31 Maret 2016 yang antara lain mempertimbangkan bahwa Pemohon terbukti telah melanggar PKB Peruri Periode 2014 – 2015 dan secara serta merta juga dianggap telah melakukan kesalahan berat.
Pada 9 Oktober 2017 melalui Putusan Nomor 303/Pid.B/2017/PN.JKT.SEL, tindakan Pemohon a quo dinyatakan bukan merupakan perbuatan pidana, dan oleh karena itu Pemohon dinyatakan lepas dari segala tuntutan. Terhadap putusan PHI, penuntut umum mengajukan kasasi. Mahkamah Agung melalui Putusan No. 1381 K/PID/2017 tertanggal 17 Januari 2018 yang meneguhkan tindakan-tindakan sebagaiman dituduhkan Perum Peruri tidak dapat dikategorikan sebagai suatu fitnah. Oleh karenanya Pemohon harus dianggap tidak pernah melanggar PKB Peruri 2014-2015 serta tidak pernah melakukan kesalahan berat sebagaimana dimaksud Pasal 158 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Selanjutnya Pemohon mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan PHI Pemohon. Namun permohonan tersebut berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh pihak pengadilan, tidak dapat dikirimkan ke Mahkamah Agung untuk diperiksa dan diadili. Bahwa penolakan pengiriman tersebut didasarkan pada keberadaan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018.
Terhadap dalil-dalil yang disampaikan Pemohon, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mencermati bahwa Pemohon nampak terlalu panjang menguraikan peristiwa hukum terkait kejadian di Perum Peruri. “Sebetulnya Pemohon dapat lebih meringkas peristiwa hukum yang disampaikan dalam permohonan,” kata Wahiduddin.
Selain itu, Pemohon diminta agar lebih mempertajam kerugian konstitusional Pemohon. Termasuk mempertajam juga kesimpulan permohonan. “Lainnya, Pemohon tidak menyertakan alat bukti berupa Undang-Undang MA dan Undang-Undang PPHI,” tandas Wahiduddin.
Sementara itu, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menanggapi kedudukan hukum Pemohon agar lebih diuraikan lebih detail. Di samping itu, Pemohon harus menerangkan alasan dan pembuktian yang menyebabkan Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya UU MA dan UU PPHI. (Nano Tresna Arfana/LA)