SOLO, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional dan Call for Papers Magister Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) dengan tema “Pembangunan Hukum Berkarakter Pancasila Dalam Rangka Globalisasi Ekonomi Di Era Industri 4.0”, pada Sabtu (31/8/3019) di Solo, Jawa Tengah.
Dalam pidatonya, Anwar mengungkapkan pembangunan hukum berkarakter Pancasila merupakan sebuah keharusan yang tidak dapat dielakkan bagi siapapun. Hal tersebut berlaku bagi para pembentuk Undang-Undang, aparatur penegak hukum, maupun seluruh masyarakat dalam rangka membangun legal culture. “Mengapa pembangunan hukum berkarakter Pancasila menjadi sebuah keharusan? Karena hal ini merupakan amanat konstitusi yang tidak bisa ditawar,” ungkapnya.
Indonesia, lanjut Anwar, memiliki sistem hukum yang khas yakni sistem hukum yang dijiwai oleh ideologi negara yang dikenal dengan Pancasila. Ideologi Pancasila merupakan kristalisasi antara rechtstaats dan the rule of law. “Sistem hukum Pancasila memiliki kekhasan tersendiri dengan mengambil sisi baik dari konsep rechtsstaat maupun the rule of law, dan juga sistem-sistem hukum lain yang ada sebelumnya, seperti dalam hukum adat serta hukum agama,” ucapnya.
Dalam sistem hukum Pancasila inilah, lanjut Anwar, hukum harus senantiasa berdimensi dan berorientasi pada keadilan. Hukum tidak boleh dipahami bersifat mutlak, melainkan harus penuh dengan sentuhan moral dan nurani. Itulah yang kemudian menjadi esensi dari penegakan hukum di Negara Hukum Pancasila.
Globalisasi Ekonomi Era Industri 4.0
Anwar menjelaskan globalisasi di era Industri 4.0 seperti sekarang, pada dasarnya sama halnya dengan perkembangan di era industrialisasi sebelumnya. Pada masa setelahnya, di abad ke-17, penemuan teknologi mengambil peranan besar proses industrialisasi yang mempercepat kerja industri, melipatgandakan hasil, dan menghemat biaya produksi.
“Pada hakikatnya, era industrialisasi yang dilakukan, hanya merupakan sarana untuk membangun kesejahteraan rakyat. Konsepsi tentang negara kesejahteraan di dalam konstitusi kita, telah menjadi cita-cita perjuangan sejak Indonesia merdeka. Cita-cita perjuangan tersebut telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini, MK dalam rangka turut mewujudkan kesejahteraan rakyat yang menjadi amanat konstitusi. Pada Putusan Mahkamah dalam Perkara No. 007/PUU-III/2005 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJN). Mahkamah memutuskan bahwa UUD 1945 telah secara tegas mewajibkan negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial disatu sisi namun di sisi lain tidak mewajibkan kepada negara untuk menganut atau memilih sistem tertentu dalam pengembangan sistem jaminan sosial yang dimaksud.
Hal demikian berarti, lanjut Anwar, sistem apapun yang dipilih dalam pengembangan jaminan sosial tersebut harus dianggap konstitusional sepanjang memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyat dengan maksud untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan yang telah menjadi standar universal.
Di akhir pidatonya, Anwar menyebut MK sebagai pengawal norma dasar bernegara, memiliki peran untuk menjaga agar keseluruhan proses bernegara sejalan dengan konstitusi, termasuk di dalamnya untuk mewujudkan negara yang sejahtera. Pembangunan yang dilakukan oleh sebuah negara, tentunya harus dilandasi dengan ketentuan hukum yang mengaturnya. “Dalam rangka itu, peran MK adalah untuk mengawal proses pembangunan untuk pemenuhan dan mewujudkan negara yang sejahtera sejalan dengan norma konstitusi yang menjadi kaedah dasar bernegara,” tutupnya. (Bayu/LA)