Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi) memasukkan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (24/5) malam. Baik Prabowo maupun Sandi tidak hadir ke MK. Permohonan pasangan calon nomor urut 2 ini disampaikan oleh Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) yang diketuai Bambang Widjojanto.
Para rombongan hadir sekitar pukul 22.45 WIB. Tampak dalam rombongan tersebut antara lain adik kandung Prabowo yakni Hashim Djojohadikusumo juga Denny Indrayana dan Teuku Nasrullah selaku advokat.
Saat tiba di MK, Tim Hukum BPN diterima langsung Panitera MK Muhidin dan secara simbolis menerima permohonan PHPU Presiden. Muhidin kemudian menjelaskan kepada tim ikhwal permohonan PHPU Presiden di MK. \\"Saya mengingatkan permohonan mesti dalam bentuk 12 rangkap. Ini menjadi syarat pengajuan permohonan,\\" kata Muhidin.
Selain itu, lanjut Muhidin, surat kuasa mesti berjumlah 12 rangkap. Begitu juga daftar alat bukti sebanyak 12 rangkap. \\"Juga 12 rangkap alat bukti yang dilegis dari 51 alat bukti yang diajukan,\\" jelasnya.
Setelah permohonan dinilai lengkap, permohonan akan diregistrasi pada 11 Juni 2019. Sejak itu, MK diberi kesempatan selama 14 hari kerja untuk memutus perkara PHPU Presiden.
Di hadapan Tim Hukum BPN dan awak media yang memadati lobi di lt. 1 Gedung MK, Muhidin lebih lanjut memaparkan ikhwal proses persidangan di MK dalam perkara PHPU Presiden. Muhidin menginformasikan, sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan akan digelar pada 14 Juni 2019. Sidang berikutnya pada 17—21 Juni 2019 untuk membahas substansi dan pokok permohonan. Terakhir, sidang pengucapan putusan pada 28 Juni 2019.
\\"Nanti untuk informasi apapun serta jadwal sidang akan dikirim melalui email. Jadi MK meminta Pemohon tak lupa mencantumkan alamat emailnya,\\" jelas Muhidin.
Sementara Bambang Widjojanto saat konferensi pers menyinggung tentang kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Pihaknya menyerahkan argumen dan alat bukti yang menjadi pendukung untuk menjelaskan hal itu. \\"Kami mendorong, MK menjadi beyond the law. Indonesia bukan sekedar negara hukum tapi berpucuk kepada kedaulatan rakyat,\\" tegasnya.
Bambang menuduh dalam pemilihan presiden terjadi apa yang dia sebut kecurangan yang sangat dasyat. Ia pun berharap MK tidak sebatas menjadi Mahkamah Kalkulator, namun bisa melihat permasalahan lebih substantif.
Dalam sesi tanya jawab, Bambang enggan mengungkapkan lebih detail terkait isi permohonan, saat ditanya oleh salah seorang awak. Dia berdalih hal tersebut akan diungkap lebih mendalam saat proses di persidangan. (Arif Satriantoro/NRA)