JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI (UU Ombudsman) di Ruang Sidang Panel MK pada Selasa (14/5/2019). Perkara yang teregistrasi Nomor 33/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan Marsudi yang merupakan pensiunan BUMN yang menyatakan Pasal 36 ayat (1) huruf g UU Ombudsman bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Marsudi yang hadir tanpa didampingi kuasa hukum menyampaikan beberapa poin perbaikan permohonan, di antaranya terkait kerugian konstitusional yang menurutnya bersifat spesifik dan aktual, yakni menghentikan harapan Pemohon untuk mendapat tanah warisan yang selama ini dipergunakan sebagai fasilitas umum tanpa ganti rugi. Hal ini, sambungnya, berpotensi merugikan pula kepada warga negara yang lain.
“Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Pasal 36 ayat (1) huruf g, Laporan Ombudsman RI Nomor 133/SRT/0167.2018/AA-116/TIM.4/XI/2019, tanggal 11 Februari 2019 subjektif, atau tidak ada kepastian hukum, dan dapat berpeluang untuk berbohong, korupsi, kolusi, dan nepotisme,” ujar Marsudi di hadapan sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dengan didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Suhartoyo.
Selanjutnya, Marsudi menyampaikan penyempurnaan alasan permohonan pengujian terhadap UUD 1945 secara materiil dari norma Pasal 36 ayat (1) huruf g UU Ombudsman bahwa materi muatan sebab penolakan tidak ada maladministrasi adalah subjektif, tidak punya kepastian hukum, tidak punya kekuatan hukum karena tidak ada fakta dan data. Karena apabila ditemukan maladministrasi dengan fakta dan data, maka akan gugur dengan sendirinya sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. “Dengan tidak mempunyai kekuatan hukum, Pemohon tidak punya jaminan atas pengakuan yang dimiliki Pemohon,” terang Marsudi.
Pada sidang sebelumnya, Pemohon menyebutkan bahwa pada kasus konkret sebagian tanahnya dijadikan fasilitas umum sesuai dengan Pasal 6 UU Pokok Agraria (UUPA). Dalam UU tersebut, dinyatakan semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, namun untuk tanah hak milik juga harus dikenakan Pasal 18 UUPA. Apabila digunakan untuk kepentingan umum hak atas tanah tersebut dapat dicabut dengan ganti rugi yang layak menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Namun, pada kenyataannya, Pemohon selaku salah satu ahli waris terhadap sebidang tanah yang telah digunakan untuk fasilitas umum, tidak mendapatkan ganti rugi. Terhadap kerugian tersebut, Marsudi melaporkan pada Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta dengan diperoleh Surat Lembaga Ombudsman Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 15/L/LODDIY/I/2013 tanggal 9 Januari 2013, yang menyatakan telah terjadi mal administrasi. Akan tetapi, Laporan dari Surat Keputusan Ombudsman RI Nomor 133/SRT/0167.2018/AA116/Tim4/11/2019 tanggal 11 Februari 2019 menyatakan tidak terjadi mal administrasi, yang dipedomani atas Laporan BPN Kota Yogyakarta yang menyebutkan berkas Pemohon atas sebidang tanah yang disengketakan tersebut ke BPN Yogyakarta tidak dilengkapi Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) sebagai sarana pemecahan sertifikat. Untuk itu melalui petitum, Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan materi muatan Pasal 36 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI bertentangan dengan UUD 1945. (Sri Pujianti/LA)