JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar dua sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pada Rabu (20/3/2019) di Ruang Sidang Pleno MK. Para Pemohon dua perkara tersebut mempersoalkan terkait Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan syarat dapat memilih mesti memiliki KTP Elektronik.
Permohonan Nomor 20/PUU-XVII/2019 diajukan oleh Perludem yang diwakili oleh Titi Anggraini, Hadar Nafis Gumay, Feri Amsari, Augus Hendy, A. Murogi bin Sabar, Muhamad Nurul Huda, dan Sutrisno. Para Pemohon menguji Pasal 210 ayat (1), Pasal 348 ayat (4), ayat (9), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2) UU Pemilu. Pemohon mendalilkan bahwa hak memilih sebagai hak konstitusional yang harus dilindungi tidak boleh dihambat, dihalangi, ataupun dipersulit oleh ketentuan prosedur administratif apapun. Pasal-pasal yang diuji konstitusionalitasnya dalam perkara a quo adalah pasal-pasal yang secara prosedur administratif menghambat, menghalangi, dan mempersulit warga negara untuk menggunakan hak dalam pemilu, oleh karena itu harus dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945.
Sementara para Pemohon Perkara Nomor 19/PUU-XVII/2019 dimohonkan oleh Joni Iskandar dan Roni Alfiansyah yang masih berstatus sebagai mahasiswa. Mereka merasa dirugikan dengan berlakunya pasal 210 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 344 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) UU Pemilu. Pemohon mengujikan ketentuan hak pilih bagi pemilih yang pindah memilih untuk diakomodir dalam DPTb.
Muhammad Rasyid Barokah selaku kuasa hukum Pemohon Nomor 20/PUU-XVII/2019 menjelaskan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran Panel Hakim dalam sidang sebelumnya. Salah satunya Panel Hakim meminta agar Pemohon memperjelas dalil mengenai konsekuensi jika permohonan dikabulkan. Rasyid menegaskan bahwa Pemohon telah memperoleh dukungan penuh dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengajukan permohonan tersebut. Pemohon juga menjelaskan bahwa telah melakukan konsultasi mengenai masalah implementasi pasal-pasal yang diujikan kepada KPU sebelum pengajuan permohonan.
“Mengenai kalkulasi konsekuensi penyelenggara, apakah akan menyulitkan jika permohonan dikabulkan? Kami menambahkan karena kami sudah berkomunikasi dengan KPU terkait masalah yang muncul. Untuk itu, kami melakukan pengujian. KPU sudah mengantisipasi masalah yang muncul akibat pengujian ini. Jika KPU mengimplementasikan PKPU, tapi UU (UU Pemilu) masih begini, maka kami khawatir pemilu nanti akan dipertanyakan keabsahannya. Karena itu, kami sudah mendapat dukungan dari KPU,” paparnya di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra tersebut.
Menanggapi perbaikan permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan terkait permohonan Nomor 19/PUU-XVII/2019, MK menegaskan perbaikan sudah sekaligus dengan permohonan Nomor 20/PUU-XVII/2019. “Nanti akan meneruskan ke RPH. Silakan menunggu perkembangan dari Kepaniteraan terkait kelanjutan perkara ini dan akan dikabari secepatnya,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)