CISARUA, HUMAS MKRI - Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Kurniasih Panti Rahayu menutup secara resmi kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019 bagi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi pada Sabtu (16/3/2019) sore.
Dalam penutupan, Kurniasih menyampaikan dengan diselenggarakannya bimbingan teknis hukum acara penyelesaian perkara PHPU 2019 berarti MK telah melaksanakan salah satu upaya sosialisasi kewenangannya sesuai amanah Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Menurut Kurniasih, pelaksanaan bimtek ini dengan berbagai pembekalan materi yang disampaikan ahli hukum tata negara dan praktisi persidangan agar dapat mewujudkan persidangan lebih efektif. Sehingga semua pihak dapat mendukung terciptanya pemilihan umum yang jujur dan adil.
Melalui bimtek ini, Kurniasih berharap peserta bimtek dapat semakin paham akan hukum acara penyelesaian perkara PHPU serta dapat meningkatkan pemahaman kompetensi peserta. “Semoga peserta yang telah menjadi alumni pusdik MK nantinya dapat menjadi sahabat MK dan berperan sebagai akses perwakilan MK sehingga dapat melahirkan negara hukum adil, makmur, dan sejahtera,” jelas Kurniasih.
Ilmu Bermanfaat
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Hanura Dirzy Zaidan menyebutkan bahwa banyak ilmu yang telah diberikan secara mendalam bagi peserta bimtek oleh pemateri. Harap Dirzy, melalui kegiatan ini peserta yang telah datang jauh dari Papua, Papua Barat dan seluruh wilayah Indonesia dapat benar-benar menyerap ilmu yang telah diberikan sehingga bermanfaat bagi kemajuan partai. “Semoga banyaknya ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi kami semua dalam menyongsong kemenangan di pemilu mendatang,” jelas Dirzy.
Pemecahan Masalah
Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam paparan Hukum Acara PHPU 2019 menyampaikan bahwa peserta pemilu tidak akan bisa memperjuangkan keadilan karena tidak memahami tata cara memperjuangkannya. Untuk itu, melalui bimtek ini peserta yang merupakan para calon legislatif dari partai peserta pemilu 2019 akan dibekali upaya pemecahan masalah ketidakadilan dari keputusan KPU ke MK. “Maka di sini saya akan berikan highlight mengenai hukum acara berperkara di MK dan menghadapi kontes pileg nantinya,” ujar Suhartoyo dalam paparan yang didampingi Kepala Bagian Umum Imam Margono.
Adapun langkah awal yang perlu dipahami peserta bimtek adalah mengetahui dengan jelas pihak yang berwenang mengajukan perkara ke MK. Dalam ketentuan hukum, syarat yuridis yang harus dipenuhi adalah adanya rekomendasi dari ketua dan sekjen partai politik yang bersangkutan. Setelah hal tersebut terpenuhi, para caleg dapat mengajukan secara perorangan masalah meski tidak didampingi kuasa hukum yang bukan pengacara. Selama pihak kuasa hukum tersebut memiliki pemahaman yanhbbaik terkait hukum acara serta konsep hak konstitusional yang diperjuangkan. “MK merupakan lembaga peradilan yang ingin mempermudah masyarakat memperjuangkan haknya, meski memiliki hambatan finansial dan berada jauh dari MK atau di daerah-daerah” terang Suhartoyo.
Dalam sesi tanya jawab, peserta dari NTB mempertanyakan mengenai apabila sengketa terjadi antara perorangan anggota caleg yang dapat saja mendapapi perlakuan tidak objektif dari ketua atau sekjen parpol yang menaunginya, untuk itu solusi apa yang akan diberikan hakim konstitusi. Terhadap hal ini, Suhartoyo memberikan penjelasan bahwa selama berkaitan dengan subjek perkara adalah hasil ketetapan perolehan suara yang direkapitulasi oleh KPU, maka perselisihan dapat diselesaikan dalam pertimbangan hakim konstitusi.”Jadi, para caleg harus paham dan taat pada ketentuan kepengurusan parpol sehingga perselisihan internal yang sifatnya teknis dapat diselesaikan dengan baik di dalam kepengurusan parpol saja. Jadi, tidak semua calon anggota nanti berbondong-bondong mengadu ke MK,” jelas Suhartoyo.
Sistem Ketatanegaraan
Panitera Pengganti MK Mardian Wibowo dalam pemaparan berjudul Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Republik Indonesia menyegarkan ingatan peserta mengenai posisi MK. Menurut Mardian, sistem ketatanegaraan dapat diketahui dalam konstitusi negara Indonesia. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, terdapat beberapa kali wujudnya yakni UUD 1945 yang berlaku 1945 - 1949, kemudian dikenal UU RIS yg berlaku 1949 -1950, selanjutnya dikenal UUDS 1950, dan Dekrit Presiden 1959 yang kemudian mengembalikan pemberlakuan kembali UUD 1945. "Dan konstitusi itulah yang hingga saat ini digunakan bangsa Indonesia," sampai Mardian.
Kelengkapan
I Wayan Made yang merupakan perwakilan peserta dari Bali menyampaikan pesan dan kesan bahwa selama pelatihan dirinya beserta rekan-rekan dari Partai Hanura merasa sangat terkesan dengan segala fasilitas serta pembekalan materi yang didapatkan selama bimtek. Menurut Made, para pemateri sangat baik dan memberikan ilmu yang berguna bagi peserta untuk menghadapi penyelesaian perkara PHPU dengan lebih siap. “Dan Pusdik MK adalah tempat pelatihan dan pendidikan yang lengkap dan terbersih,” ucap Made.
Selain mendapatkan materi mengenai sistem ketatanegaraan dan hukum acara di MK, para peserta juga dikenalkan mengenai Mekanisme, Tahapan, dan Kegiatan Penyelesaian Perkara PHPU 2019. Materi ini disampaikan oleh Panitera Pengganti MK Cholidil Nasir. Dalam sesi ini, para peserta bimtek diajak untuk lebih aktif menanyakan hal-hal teknis terkait berbagai hal yang berhubungan dengan persidangan penyelesaian perkara PHPU. Selanjutnya para peserta pun diajak serta menyusun permohonan Pemohon dan membuat keterangan Pihak Terkait dalam kelompok-kelompok kelas kecil yang dipandu oleh para Peneliti MK serta Panitera Pengganti yang merupakan ahli yang telah berpengalaman dalam menangani persidangan penyelesaian masalah kepemiluan pada masa-masa sebelumnya.
Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari sejak Kamis - Sabtu (14-16/3/2019) dengan diikuti 125 peserta. Mereka merupakan perwakilan DPP dan DPW Partai Hanura yanh berasal dari 34 provinsi di seluruh Indonesia yang terdiri atas calon anggota legislatif, advokat, dan pengurus partai. (Sri Pujianti/LA)