JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas (UU PT) untuk seluruhnya. Putusan tersebut diucapkan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan perkara Nomor 63/PUU-XVI/2018 yang dimohonkan oleh PT Baraventura Pratama serta Zainal Abidinsyah Siregar dan Erwin Susanto di Ruang Sidang Pleno MK pada Rabu (13/03/2019).
Dalam pokok permohonan, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebutkan bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c frasa “alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan” menjelaskan alasan antara lain: a. Perseoran tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama tiga tahun atau lebih yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikankepada instansi pajak, b. dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak diketahui alamatnya walaupun telah dipanggil melalui iklan dalam surat kabar sehingga tidak dapat diadakan RUPS, c. dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam perseroan demikian rupa sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah, misalnya dua kubu pemegang saham memiliki masing-masing 50% saham, atau d. Kekayaan Perseroan telah berkurang demikian rupa sehingga dengan kekayaan yang ada Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya.
Dari penjelasan tersebut, lanjut Suhartoyo, dari butir a sampai butir d diuraikan dengan kata “antara lain” sehingga alasan-alasan tersebut tidak bersifat kumulatif, namun alternatif. Artinya, masing-masing kondisi dapat berdiri sendiri, bahkan penggunaan kata “antara lain” dapat juga berarti ada kondisi lain yang dapat digunakan selain dari yang tercantum pada Penjelasan pasal a quo. Sehingga kata “antara lain” digunakan dalam Penjelasan untuk menjelaskan materi yang sifatnya dinamis dan materi yang jamak, maka sulit untuk disebut secara limitatif.
“Dengan demikian, Mahkamah berpendapat Pasal 146 ayat (1) huruf c UU PT telah cukup terang dan jelas bahwa alasan-alasan yang diuraikan dalam Penjelasan pasal a quo hanya merupakan contoh dan dapat digunakan sebagai alasan yang berdiri sendiri secara alternatif,” jelas Suhartoyo di hadapan sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Subjek Hukum
Terkait dengan dalil para Pemohon yang mempermasalahkan Penjelasan pasal a quo butir a yang berkenaan dengan pihak yang berhak menyampaikan surat pemberitahuan ke kantor pajak berkaitan dengan Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha selama tiga tahun, menurut Mahkamah perlu dipahami bahwa permohonan pembubaran perseroan yang dapat diajukan pemegang saham, direksi, atau dewan komisaris merupakan persyaratan formil perihal siapa yang menjadi subjek hukum untuk pengajuan pembubaran perseroan di Pengadilan Negeri. “Jadi, persyaratan dipandang mempunyai standing untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan. Maka, secara absolut persyaratan formil tersebut harus dilengkapi dengan persyaratan yang bersifat materiil yaitu alasan-alasan yang dijadikan dasar permohonan pembubaran perseroan pada pengadilan negeri,” terang Suhartoyo.
Kewenangan dan Fungsi
Berkenaan dengan dalil Pemohon yang mempersoalkan pihak yang berhak menyerahkan surat pemberitahuan pembubaran perseroan ke instansi pajak, Mahkamah berpandangan Pemohon harus memahami perspektif secara menyeluruh mengenai kewenangan dan fungsi dari masing-masing organ perseroan. Berpedoman pada Pasal 1 angka 5 UU PT telah pula jelas menyatakan tidak ada organ lain dari perseroan yang dapat bertindak sebagai objek hukum yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh atas pengurusan dan mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Oleh karena itu, sepanjang kewenangan dan tanggung jawab masih melekat pada diri direksi atau tidak dicabut secara tetap oleh RUPS, jelas telah menjawab hanya subjek hukum direksi sebagai organ perseroan yang berwenang untuk itu. Dengan kata lain, dalam perkara a quo, sepanjang perseroan belum dikabulkan permohonan pembubarannya oleh pengadilan negeri, maka perseroan tersebut masih tetap ada dan menjadi tanggung jawab yang dijalankan direksi. “Menimbang pertimbang hukum tersebut, permohonan inkonstitusionalitas Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c butir a UU PT tidak beralasan menurut hukum,” tandas Suhartoyo. (Sri Pujianti/LA)