MK Tidak Dapat Menerima Uji UU Penodaan Agama
Rabu, 13 Maret 2019
| 18:52 WIB
Zico Leonard Djagardo Simanjuntak selaku Pemohon Prinsipal hadir dalam sidang perkara Pengujian UU Penodaan Agama, Rabu (13/3) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie.
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan yang diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak terkait uji Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penodaan Agama) . Pada persidangan sebelumnya, Pemohon menyampaikan bahwa sebelumnya pernah mengajukan pengujian undang-undang yang sama terkait dengan Pasal 4 UU Penodaan Agama dan telah diputus dalam Putusan Nomor 76/PUU-XVI/2018 yang menjelaskan tidak ada persoalan konstitusionalitas terhadap norma a quo.
Berkaitan dengan hal ini, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih yang membacakan pertimbangan hukum menyebutkan meskipun tidak terdapat permasalahan konstitusionalitas, Pemohon kembali mengajukan uji konstitusionalitas norma a quo dalam perkara yang teregistrasi Nomor 5/PUU-XVII/2019 dengan tambahan norma, yakni Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 3 UU Penodaan Agama. Pemohon mempermasalahkan norma a quo jika tidak dilakukan revisi oleh pembentuk undang-undang, maka akan terjadi kerugian konstitusional. Namun menurut Mahkamah, pernyataan tersebut kemudian menjadi sulit dipahami terutama terkait dengan hal yang sesungguhnya ingin dipermasalahkan Pemohon. Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan kewenangan Mahkamah berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 UU MK, maka Mahkamah hanya dapat melakukan pengujian konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD 1945.
“Dengan demikian sebenarnya bukan substansi yang dapat menjadi objek permohonan di Mahkamah karena norma undang-undang yang dipersoalkan telah ternyata dan diakui Pemohon sendiri sebagai norma yang konstitusional,” terang Enny dalam sidang putusan yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK pada Rabu (13/3/2019) yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi hakim konstitusi lainnya. (Sri Pujianti/LA)