Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) di Ruang Sidang Panel MK pada Senin (11/03/2019).
Perkara yang teregistrasi Nomor 17/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan Deddi Fasmadhy Satiadharmanto. Pemohon mendalilkan Pasal 249 ayat (1) huruf j UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945. Namun dalam sidang kedua ini, Pemohon tidak hadir. Berdasarkan surat yang dikirimkan ke Mahkamah bertanggal 11 Maret 2019 bahwa Pemohon mencabut permohonannya. “Karena yang bersangkutan tidak hadir, jadi surat ini akan diperlakukan sebagai penarikan kembali secara resmi permohonan dan ini akan dilaporkan pada Rapat Permusyawaratan Hakim,” sampai Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna yang memimpin sidang didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Saldi Isra.
Pada sidang sebelumnya, Pemohon menyebutkan pasal Pasal 249 ayat (1) huruf j UU MD3 tidak sejalan dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan kewenangan membatalkan dan menguji Perda seharusnya ada di tangan Mahkamah Agung. Untuk menjalankan urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah tersebut, Pemohon menilai Pemerintah Daerah memerlukan perangkat Peraturan Perundang-undangan yang kewenangan pembentukannya berada pada Kepala Daerah atas persetujuan DPRD.
Menurut Pemohon, untuk menunjang terwujudnya sistem hukum yang efektif serta guna meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, Pemerintah Pusat di pusat maupun daerah membentuk UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang juga merupakan pelaksanaan dari Pasal 22A UUD 1945. Tujuan dari UU ini, tak lain agar semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan memiliki pedoman khusus yang baku dan terstandardisasi dalam proses, metode, dan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan secara terencana, terpadu, dan sistematis. Namun pada kenyataannya, UU MD3 hanya memberikan batasan-batasan tertentu dalam hal pembatasan hubungan kerja yang diberlakukan kepada DPRD Kabupaten/Kota dan Pemda tanpa ditinjau dari sudut pandang lain. Untuk itu, melalui Petitum Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.
(Sri Pujianti/NRA)