Hakim Konstitusi Suhartoyo membuka kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019 bagi Advokat Perkumpulan Pengacara Indonesia (PERARI), Jumat (8/3/2019), di Surabaya, Jawa Timur.
Dalam ceramah kuncinya di hadapan 63 pengurus maupun anggota PERARI yang hadir, Suhartoyo mengatakan bahwa acara ini bertujuan untuk menyukseskan seluruh tahapan pemilu yang menjadi hajat nasional untuk kepentingan bangsa. “Sebagaimana diketahui, sengketa hasil pemilu merupakan babak akhir dari tahapan proses pemilu nasional, yang akan diselenggarakan secara serentak pada 17 April yang akan datang,” tegasnya.
Selanjutnya, Suhartoyo mengungkapkan penyelenggaraan bimbingan teknis ini menjadi sangat penting untuk diselenggarakan, mengingat alokasi waktu persidangan di Mahkamah Konstitusi yang diberikan oleh undang-undang sangat terbatas. Oleh karena itu, lanjutnya, persidangan PHPU di MK, kerap disebut dengan istilah speedy trial (persidangan cepat). “Dengan alokasi waktu yang terbatas tersebut, maka setiap pihak yang akan atau berpotensi untuk berperkara di MK terkait PHPU, perlu mengetahui dan memahami hal-hal teknis yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi persidangan PHPU di MK,” tandasnya.
Suhartoyo menjelaskan, dalam pemilu, konstitusi telah mengamanatkan agar pemilu yang diselenggarakan harus didasarkan pada prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Langsung berarti setiap warga negara harus menggunakan hak pilihnya tanpa diwakili oleh siapapun. “Umum berarti bahwa pemilu yang diselenggarakan harus terbuka untuk umum, bersifat transparan, sehingga akuntabilitas pemilu dapat dipertanggungjawabkan kepada publik,” ucapnya.
Suhartoyo dalam ceramahnya juga mengungkapkan di dalam kenyataannya, proses demokrasi dan pemilu, bukanlah sesuatu yang mudah dan dapat berjalan lancar tanpa aral melintang. Tidak hanya di Indonesia, berbagai pemilu dan demokrasi di berbagai belahan dunia, juga mengalami ujian yang berat bahkan sangat berat. Karena demokrasi yang tidak terkelola dengan baik, dapat menimbulkan perpecahan, situasi kacau (chaos), hingga terjadinya disintegrasi bangsa.
“Sekadar memberi contoh, permasalahan yang terjadi di Kota Catalunia, Spanyol, yang berupaya untuk memisahkan diri dari negaranya. Peristiwa yang terjadi terhadap suku Rohingnya di Myanmar, kudeta yang terjadi di Thailand beberapa tahun lalu dan hingga kini pemerintahannya masih berada di bawah juncta militer, kudeta di Zimbabwe, pergolakan politik yang terjadi di Mesir tahun 2011 lalu, dan masih banyak contoh lainnya, merupakan bukti betapa tidak mudahnya mengelola kehidupan sosial demokrasi di suatu negara,” kata Suhartoyo.
Suhartoyo juga mengungkapkan kesuksesan penyelenggaraan kegiatan penyelesaian perselisihan hasil pemilu di MK, tidak semata-mata bergantung kepada MK saja, melainkan juga bergantung kepada berbagai pihak terkait. “Dalam kesempatan kali ini, saya ingin menyampaikan pesan secara khusus kepada para advokat, agar tidak tergoda apalagi percaya kepada pihak yang mengatakan dapat membantu perkara di MK dengan imbalan tertentu. Saya dapat pastikan bahwa hal tersebut adalah bohong dan tidak benar. Dalam kesempatan ini, saya ingin mengingatkan pula bahwa suap menyuap di dalam peradilan adalah perbuatan yang sangat tercela, bahkan dilaknat oleh Allah SWT. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya ingin mengajak, marilah kita semua mengawal pemilu serentak di tahun 2019 nanti, sebagai pemilu yang bermartabat dan sesuai dengan kaedah yang berlaku,” ungkapnya.
Demikian halnya MK dalam menghadapi pemilihan umum, Suhartoyo berharap besar agar para peserta diklat, bersama mengawal proses demokrasi dalam pemilihan umum serentak yang akan dijalani tahun 2019 nanti, demi terselenggaranya pemilu yang berjalan secara demokratis dan sesuai dengan asas-asas yang ditegaskan dalam konstitusi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Bayu/LA)